Senin, November 10, 2008

PENYERAPAN NAKER PARIWISATA STAGNAN


PENYERAPAN tenaga kerja (naker) sektor pariwisata tahun 2008, masih stagnan dan belum menunjukkan tanda-tanda bergairah lagi. Meski sudah ada beberapa investor asing dari Arab Saudi, Malaysia, Singapura yang mau menanamkan modalnya di sektor pariwisata, namun hingga kini belum ada realisasi proyeknya.
Arab Saudi akan membangun hotel dan resort di NTB, Malaysia membangun proyek kawasan wisata terpadu eksklusif (KWTE) Treasure Bay Bintan di Pulau Bintan yang sampai kini mengalami hambatan birokrasi di daerah. Sementara pembangunan hotel baru di Jakarta belum ada hanya rehab dari hotel yang lama.
''Sehingga penyerapan tenaga kerja di sektor pariwisata masih stagnan. Dan memang saat ini ada sekitar delapan juta tenaga kerja di sektor pariwisata ini dan 55 persen terserap di hotel dan restoran. Sayangnya, jumlah tenaga kerja itu belum bertambah,'' ungkap pengamat pariwisata Diyak Mulahela di Jakarta, Senin (10/11)
Di Jakarta, lanjut Diyak, saat ini ada sekitar 40.000 kamar hotel berbintang dan nonbintang. Sementara tingkat huniannya baru mencapai rata-rata 60 persen, ini berarti sekitar 18.000 dari 20.000 kamar hotel berbintang dan nonbintang di Jakarta kosong setiap hari. ''Kekosongan ini akibat kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Jakarta merosot tajam,'' ungkap Ketua Umum Lembaga Pengembangan Informasi Pariwisata (Lepita).
Diakuinya, dengan tingkat hunian hotel yang rendah, pemilik hotel tidak mungkin menambah tenaga kerja. Karyawan tidak dikurangi, namun untuk menekan biaya operasional itu kini ada yang dialihtugaskan untuk menangani bidang food & beverage (makanan dan minuman). Mengingat, pendapatan food & beverage lebih tinggi ketimbang menjual kamar hotel.
Di sisi lain, tambah Diyak, tidak terserapnya tenaga kerja di sektor pariwisata karena dalam kondisi ekonomi sulit, pemilik hotel umumnya menerapkan rasio kamar dengan karyawan 1:1. Hanya beberapa hotel bintang lima di Bali dan Jakarta menerapkan rasio 1:2, terutama yang memiliki banyak cottage. Penggunaan karyawan lebih banyak sebagai upaya memberikan pelayanan optimal kepada tamu.
''Memang pelayanan terhadap tamu hotel dan pengunjung obyek wisata serta restoran tidak mungkin diganti dengan mesin atau robot. Labour intensif itu harus dipenuhi dengan tenaga kerja yang handal, tidak bisa diganti dengan mesin. Pelayanan itu tetap bersentuhan dengan kemanusian, bersentuhan dengan nilai-nilai hospitality, bersentuhan dengan senyum sang pelayan,'' jelasnya serius. (e/foto : endy)

Tidak ada komentar: