Jumat, November 28, 2008

NELAYAN TEMUKAN IKAN PURBA

NELAYAN asal Likupang, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara (Sulut) menemukan ikan purba, coelacanth (Latimeria menadoensis) di perairan Talise Likupang, Minahasa Utara, Selasa (25/11). Penemuan ikan purba yang dikenal sebagai ikan raja laut ini merupakan penemuan keempat sejak tahun 1998.
Penemuan terbaru ini juga menandakan perairan Sulut menjadi lokasi ikan purba berkembang biak. Selain itu, penemuan ikan purba tersebut di Talise dapat memperkuat rencana pemberlakuan perairan Talise dan sekitarnya sebagai marine protect area.
Tertangkapnya ikan coelacanth ini merupakan peristiwa langka yang langsung mendapat perhatian dari berbagai pihak di Sulut karena ikan ini telah menjadi maskot pelaksanaan konferensi kelautan dunia pada Mei 2009 di Manado. Coelacanth dikenal sebagai ikan purba yang diperkirakan muncul di bumi pertama kali sekitar 360 juta tahun lalu pada zaman Paleozoikum.
Ikan coelacanth ditemukan nelayan asal Likupang, Esrom Paus sewaktu menjaring ikan. Dia kemudian langsung melaporkan penemuan tersebut kepada DKP Sulut. Ikan purba yang pada saat ditemukan dalam keadaan hidup, kini sudah disimpan di tempat pendinginan di Tanawangko, Minahasa. Coelacanth yang ditemukan ini berbobot 10 kilogram, tebal 20 cm, panjang 98 cm, dan lebar belakang 21 cm.
Tahun 1998, seorang nelayan penangkap hiu laut dalam, Lameh Sonathan, saat berada di perairan dekat Manado, menemukan ikan purba. Itulah penemuan menggemparkan dunia penelitian zoologi. Disebut menggemparkan karena ikan Coelacanth diyakini punah sejak sekitar 70 juta tahun silam. Temuan terakhir Coelacanth hidup berada di perairan timur Afrika tahun 1938.
Hasil tes DNA menyebut jenis Coelacanth Indonesia berbeda dengan yang di Afrika. Berasal dari jenis yang lebih tua. Ikan yang ditemukan di Manado pada tahun 1998 itu kini disimpan di Museum Biologi LIPI di Cibinong, Bogor.
Coelacanth juga disebut sebagai ikan fosil purba karena, berdasarkan fosilnya, ikan jenis ini pertama kali muncul diperkirakan pada zaman Devonian (sekitar 400 juta tahun silam) atau jauh lebih tua dibandingkan dengan zaman Dinosaurus pada masa Triasic (sekitar 200 juta tahun silam). Ikan ini diyakini punah 70 tahun silam.
Adanya ciri sirip berlobi daging yang menyerupai tonjolan kaki dan tangan, ikan ini diasumsikan berkerabat dekat dengan hewan berkaki empat (tetrapoda) dan ikan paru daripada ke jenis ikan yang biasa dilihat.
Jenis ikan ini diketahui hidup di goa-goa bawah laut pada kedalaman 150-2.000 meter bersuhu 18 derajat Celsius. Ikan ini juga berkembang biak dengan beranak, bukan bertelur.
Ikan Coelacanth ditemukan pertama kali pada 23 Desember 1938 dari Laut India, tak jauh dari mulut Sungai Chalumna oleh Kapten Hendrick Goosen. Lalu oleh, kurator museum di East London, Marjorie Courtenay Latimer, ikan tersebut diserahkan kepada ahli ikan dari Universitas Rhodes, Prof. J.L.B. Smith. Maka akhirnya Untuk menghormati jasa Latimer dan Smith, ikan purba itu diberi nama Latimeria chalumnae smith. Habitat ikan Raja Laut ini diperkirakan berada pada kedalaman laut lebih dari 150 meter, perairan Kepulauan Komoro, sebelah barat Madagaskar.
Tetapi sampai tahun 1990-an, beberapa individu tertangkap di perairan Mozambique, Madagaskar, dan Afrika Selatan dan pada 1998 untuk pertama kali tertangkap coelecanth spesies baru Coelacanth latimeria menadoensis pada jaring nelayan di perairan Manado Tua, Sulawesi Utara, yang spesimennya kini tersimpan di Museum Zoologi, Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong.
Coelecanth sejak 18 Januari 1980 telah dimasukkan dalam Appendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna), yang menyatakan ikan ini tidak boleh diperdagangkan antarnegara. Coelacanth berasal dari kata-kata Yunani; coelia (berongga) dan acanthus (duri), yang berarti ikan dengan duri berongga dan tergolong ke dalam ordo Coelacanth hiformes. Dipaparkan oleh Ika Rachmatika S., dkk., dari Pusat Penelitian Biologi LIPI ada perbedaan karakter morfologi dan genetika antara Coelecanth latimeria chalumnae yang ditemukan di Kepulauan Komoro dan Coelecanth latimeria menadoensis yang ditemukan di Manado. (e)

Kamis, November 27, 2008

BIDADARI ITU TERANCAM PUNAH

INDONESIA memang kaya flora dan fauna. Sayang kekayaan itu tidak dijaga, dilestarikan secara serius. Buktinya, burung Bidadari (semioptera wallacei) yang ada di belantara rimba Halmahera dan Pulau Bacan Maluku, kini terancam punah.
Diperkirakan, burung yang ditemukan ilmuwan asal Inggris, Alfred Russel Wallace kini tinggal sekitar 50 sampai 100 ekor. Jumlah ini terus menyusut setiap tahunnya lantaran diburu untuk dijual, bahkan habitatnya tergeser oleh maraknya ekplorasi pertambangan dan penebangan hutan.
Populasi burung itu, kini banyak didominasi jenis jantan. Penyebaran burung ini, hanya tersisa di beberapa lokasi, salah satunya di kawasan hutan Batu Putih Domato, Sidangoli, kecamatan Jailolo Selatan, kabupaten Halmahera Barat.
Selain di kawasan tersebut, Bidadari Halmahera juga bisa ditemui di kawasan hutan Wasiley (Halmahera Tengah), gunung Sibela, Bacan (Halmahera Selatan), dan kaki gunung Gamkonora (Halmahera Utara). Keunikan burung ini yakni hanya muncul di pagi hari sekitar pukul enam hingga sembilan pagi.
Nama burung bidadari itu, diberikan oleh Wallace saat melakukan ekspedisi di Maluku tahun 1858. Wallace terkagum-kagum saat melihat keindahan warnanya yang didominasi hijau dan kecantikan yang seindah bidadari.
Saat itu semua orang tahu bahwa burung cenderawasih hanya ada di Papua, tetapi ternyata Ali, anak Melayu asisten Wallace menemukan sejenis cenderawasih di Pulau Bacan, Halmahera, yang berukuran 25 sampai 30 sentimeter, dengan spesifikasi tubuh yang menarik, juga warnanya yang menakjubkan.
Dalam The Malay Archipelago: The Land of The Orang-utan and The Birds of Paradise (1869) yang ditulisnya setelah menjelajah Nusantara selama delapan tahun (1854-1862), Wallace melukiskan, sebenarnya keseluruhan bulu burung bidadari tergolong biasa dan sederhana. cuma warnanya sehijau daun zaitun, dengan sedikit keungu-unguan di ujung dekat ekornya.
Kepalanya seperti memakai mahkota karena dihiasi bulu ungu muda berkilat. Leher dan dadanya berwarna hijau mengkilat. Semakin ke bawah, bulu-bulunya seperti terpisah menjadi dua bagian, masing-masing ke arah sayap kanan dan kiri. Kakinya berwarna kuning kemerahan, paruhnya berwarna seperti tanduk, dan matanya hijau seperti buah zaitun.
Namun, empat helai bulu panjang berwarna putih susu yang keluar dari pangkal sayapnya betul-betul membuatnya memiliki karakter unik. Bulu itu tidak lebar, tetapi sangat lembut dan seperti teranyam pada sayapnya. Bulu setiap helainya sepanjang sekitar enam inci itu menjulur hanya pada saat-saat tertentu yang diinginkan burung.
Yang pasti, antena putih susu itu hanya dimiliki oleh burung jantan. Bulu indah itu terjulur terutama pada saat fajar menyingsing, saat bidadari jantan beratraksi di ketinggian pohon untuk menarik perhatian pasangannya. (o/foto: ist)

Rabu, November 26, 2008

PANTAI KUTA DIPENUHI SAMPAH


USAI dipenuhi puluhan ton ikan mati, Pantai Kuta kini dipenuhi sampah-sampah yang terbawa arus laut. Sampah yang terdampar di pantai sangat beragam, mulai sampah plastik yang tidak dapat diurai hingga bangkai binatang.
Ketua Satgas Pantai Kuta, I Gusti Ngurah Tresna, Rabu (26/11) mengatakan fenomena ini kerap kali terjadi setiap musim angin barat atau menjelang bulan Desember.
"Cuaca sudah mulai berubah, kini bertiup angin barat, sehingga sampah-sampah di tengah laut terbawa arus hingga ke tepi pantai yang banyak dikunjungi turis mancanegara," kata Tresna seperti dikutip antara.
Menurut catatan satgas Kuta, tumpukan sampah telah terjadi sejak lima hari lalu. Satgas Kuta pun mencatat sedikitnya sampah yang terkumpul di Kuta telah mencapai 20 truk.
"Setiap hari petugas dibantu para pedagang mengumpulkan sampah yang ada di Pantai Kuta, kemudian untuk bisa diangkut petugas DKP Badung," kata Tresna.
Sampah yang memenuhi Pantai Kuta ini akan semakin menumpuk selama bulan Desember mendatang dan seperti tahun lalu sampah di Pantai Kuta mencapai 1000 truk.
Pantai Kuta yang dipenuhi sampah ini dikhawatirkan mengganggu kegiatan pariwisata di Pantai Kuta. Selain akibat cuaca yang mendung, banyak wisatawan mengurungkan niatnya berenang atau berjemur di Pantai Kuta akibat sampah yang memenuhi pantai.
"Untuk menghindari persepsi yang salah tentang Pantai Kuta bagi wisatawan, kami terus memberikan informasi mengenai kejadian tahunan ini," kata Tresna. (e/foto :ant)

JALAN KE PULAU CANGKIR ANCUR


POTENSI obyek wisata Pulau Cangkir di wilayah Kronjo, Tanggerang Banten, memang luar biasa. Pasirnya putih, hamparan pantai tanpa celah, sajian kuliner dengan menu seafood yang menggairahkan, panoramanya indah, udaranya sangat segar, dan puluhan burung camar selalu menyapa siapa saja yang menikmati keindahan destinasi itu.
Bahkan, Pulau Cangkir yang berada pada salah satu gugusan pulau di perairan Laut Jawa, juga ada makam yang dikeramatkan. Pada waktu tertentu banyak dikunjungi wisatawan lokal terutama pada bulan Muharram tahun penanggalan Hijriah, untuk berziarah.
Harapannya obyek wisata ini menjadi salah satu andalan, unggulan bagi Tanggerang. Namun sayang, andalan itu kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah daerah. Bahkan Pemerintah daerah tidak punya kepedulian yang tinggi untuk mengembangkan pariwisata. dan tidak punya keseriusan menggarap pariwisata menjadi sumber pendapatan daerah.
Malah ada suara yang kurang mengenakan dari masyarakat, pemerintah daerah mau ambil dana restribusinya tapi tidak mau memperhatikan sarana maupun prasarana obyek wisatanya. Kalau kondisi seperti ini bagaimana pariwisata di daerah Tanggerang bisa maju dan berkembang.
Memang tidak bisa dipungkiri, masalah utama yang dihadapi obyek wisata Pulau Cangkir adalah kondisi jalan menuju kawasan wisata itu ancur, rusak parah, amburadul. Sehingga jalan menuju lokasi yang jaraknya sekitar 3 - 4 kilometer itu, membuat wisatawan mengeluh, geregetan, dongkol dan kadang-kadang mau marah namun melimpahkan ke siapa?
Selain jalan masuk yang ancur, tempat parkir belum representatif, tempat kencing juga susah, tempat sampah juga nggak ada sehingga banyak sampah berserakan yang nampak kumuh, tempat santai atau gazebo untuk duduk-duduk menikmati hamparan laut juga sulit dicari, tempat pedagang makanan dan minuman juga amburadul.
Nah, kalau sudah begini potensi obyek wisata itu menjadi rendah, wisatawan yang datang pun enggan. Rasa kenyamanan, kedamaian dan keamanan merupakan barang yang mahal. Dan mereka yang datang ke Pulau Cangkir itu hanya keterpaksaan karena tak ada obyek wisata lain. Menyedihkan. (endy)

Selasa, November 25, 2008

DESTINASI SUNGAI MUSI MAKIN TAK BERSIH


SUNGAI Musi beserta jembatan Ampera, sudah menjadi ikon pariwisata Kota Palembang. Suasana di sekitar jembatan yang dibangun pada masa pemerintahan Presiden Soekarno tahun 1962, semakin bersih dan tertata rapi. Sayangnya kerapian itu harus dibayar mahal dengan kondisi sungai yang tidak bersih lagi. Sayang memang.
Enceng gondok kini tumbuh subur, makmur dan tak pernah tersentuh oleh tangan-tangan yang memiliki kepedulian tinggi untuk membersihkannya. Sampah plastik dan botol minuman - yang dibuang seenaknya oleh orang-orang yang kurang peduli lingkungan, telah ngambang dengan tenang di permukaan sungai.
Kondisi itu diperparah dengan bkeberadaan sampah rumah tangga bahkan industri yang menghiasi riak-riak kecil air Musi. Ditambah lagi, ranting pohon dan kayu besar yang hanyut bebas tanpa batas. Agaknya, aspek kebersihan sungai yang penuh kenangan, penuh sejarah, benar-benar belum terjaga kebersihannya.
Kotornya sungai Musi itu, kalau dibiarkan tidak hanya mengurangi keindahan sungai, tetapi dapat menghalangi aktivitas transportasi air di kawasan yang menjadi jalur lintas menuju pedalaman Sumatera Selatan. Lebih dari itu, menganggu pandangan mata wisatawan yang sedang menikmati panorama Sungai Musi.
Sungai Musi, tempat aktifitas segala kehidupan. Sungai Musi punya daya tarik sehingga banyak dikunjungi. Sungai Musi sudah menjadi ikon pariwisata. Apalagi untuk mendukung obyek wisata itu, ada Jembatan Ampera, ada benteng Kuto Baru, ada Museum, ada Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera), ada kapal wisata, ada wisata bahari Pulau Kemarau, ada wisata alam Bukit Siguntang, ada kawah Tengkurep, ada atraksi wisata.
Atraksi itu berupa Festival Perahu Naga Internasional atau "Sriwijaya International Dragon Boat Festival 2008", yang digelar di perairan Sungai Musi, pada 27-29 November 2008. Atraksi lain, Lomba Perahu Bidar Prestasi dan perahu hias yang digelar secara rutin setiap bulan Juni dan Agustus.
Memang sejak Sejak diluncurkan Program Visit Musi awal tahun 2007 lalu, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sumsel mengembirakan. Secara umum, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara ke Sumsel pada tahun 2008, mencapai dua juta orang. Tahun 2007 lalu, hanya 1,3 juta orang.
Mereka yang berkunjung ke Sumsel, kebanyakan wisatawan nusantara, sementara turis asing masih relatif sedikit. Wisatawan mancanegara yang datang ke Sumsel sekitar 12.000-an orang, dari Malaysia dan Thailand. Harapan agar turis asing terus bertambah, memang bukan sekedar isapan jempol belaka.
Untuk itu, berbagai promosi, publikasi sudah disiarkan. Berbagai travel mart di tingkal nasional dan internasional sudah digencarkan. Target kunjungan wisatawan asing tahun 2009 pun ditetapkan dengan mengalami kenaikan sekitar 20-25 persen. Namun target itu bisa kacau dan gagal diraih, jika masalah-masalah kecil diabaikan, ya seperti Sungai Musi yang tidak bersih. (endy)

Senin, November 24, 2008

RESTORAN DI JAKARTA BANYAK NUNGGAK PAJAK


SEBANYAK 5.561 restoran yang ada di Jakarta, disinyalir banyak yang tidak membayar pajak. Bahkan pajak restoran, sangat rawan kebocoran ditingkat bawah. Padahal jenis pajak ini, bukan kewajiban yang harus dibayar pengusaha tapi pajak titipan dari masyarakat (konsumen).
"Jadi pengusaha restoran yang tidak menyetorkan pajak 10 persen yang dititip konsumennya, jelas itu tindak pindana, penggelapan. Jadi bukan nunggak karena orang yang makan di restorannya sudah bayar pajak ketika membayar di kasir untuk disetorkan ke Pemda," ucap Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta, Prya Ramadhani di Jakarta, Senin (24/11).
Karena itu, Dipenda (Dinas Pendapatan Daerah) DKI Jakarta harusnya segera melaporkan kasus penggelapan pajak restoran ini ke kejaksaan. "Saya yakin kasus seperti itu banyak dan ini salah satu kebocoran pajak restoran. Untuk menutup kebocoran hanya bisa diumbat pakai sistem," ucapnya dan target pemasukan pajak restoran 2008 Rp 610 miliar.
Kebocoran pajak restoran ini, kata Prya bisa dalam bentuk tidak menyetorkan karena pajak titipannya dipakai pengusaha dan bisa juga setoran ditunda-tunda beberapa, tidak periodik. Kebocoran lain, pengusaha restoran tidak memberikan bil yang diperporasi sementara pajaknya ditarik.
"Nah kalau sampai 15 persen yang tak setorkan pajak dan 35 persen yang menunggak, nilainya bisa cukup besar. Ini harus diambil sanksi hukum," tandasnya. Karena itu, untuk menjerakan para pengusaha restoran yang kerap menggelapkan pajak harus dilaporkan ke kejaksaan.
Selain itu, untuk menekan kebocoran pajak restoran harus menggunakan sistem on line. Aparat Dipenda itu tidak akan menjangkau semua wajib pajak restoran yang jumlahnya mencpai 5.561 wajib pajak. Dengan sistem on line akan menekan kebocoran.
Kasubdis Pemeriksaan Pajak Daerah Dipenda DKI Jakarta, Iwan Jumhana mengatakan, 6 restoran Gang-Gang Sullai "menilep" pajak restoran selama dua tahun Rp3,4 miliar. Pajak titipan yang tak disetor pemilik restoran korea pada tahun 2004 - 2005 Rp1,2 miliar dan tahun 2006 sampai 2008 sekitar Rp2,2 miliar. Keenam restoran itu selain tak setorkan pajak titipan konsumen juga usahanya tanpa izin dari Dinas Pariwisata dan tidak didukung UUG (undang-undang gangguan). Restoran itu sudah disegel. (e)

SAWAHLUNTO DISULAP JADI OBYEK WISATA KOBOI



INGIN berwisata dengan suasana ala koboi? Nggak perlu jauh-jauh ke negara asalnya di Amerika. Cukup datang ke Sawahlunto, Sumatera Barat. Karena Pemerintah Daerah (Pemda) sedang menyulap bekas kawasan pertambangan menjadi obyek wisata, yang mirip dengan suasana ala koboi.
Ambisi Pemda untuk menjadikan Sawahlunto sebagai daerah tujuan wisata, memang sangat tepat dan beralasan. Karena sejak penambangan batu bara dihentikan pada tahun 2000, sektor pariwisata yang menjadi andalannya.
Dengan modal bangunan tua peninggalan Belanda serta bekas kota tambang, Sawahlunto dijadikan living museum, berbagai bangunan tua dan bekas pertambangan dijadikan objek wisata.
Sawahlunto memiliki kawasan pertambangan yang unik. Memang dulu, Kota Lama Sawalunto merupakan kota tambang tertua di Indonesia. Dulu memang dikenal sebagai penghasil batu bara, seiring dengan waktu dan persediaan yang sudah mulai berkurang akhirnya julukan tersebut sudah hilang ditelan waktu. Kawasan pertambangan ini yang menjadi andalan utama sebagai tujuan wisata.
Kota ini juga ada peninggalan bangunan Belanda yang kokoh. Cagar budaya sejarah ini masih terpelihara dengan baik. Tak ada pemugaran yang berarti selama ini, sehingga kondisi bangunan masih seperti aslinya.
Bahkan stasiun kereta api dengan relnya yang masih utuh. Stasiun yang dibuat zaman Belanda ini masih terdapat alat pemutar rel kereta api yang sampai kini masih berfungsi. Malah Sawahlunto masih menyimpan gerbong yang terbuat dari kayu, kondisinya masih utuh. Sayangnya, lokomotif uap dengan bunyi sirene dan kepulan asapnya yang pernah melegenda saat pertambangan masih marak, kini tak bisa dipakai lagi. Untuk itu, Pemerintah Daerah mendatangkan lokomotif uap dari Museum Kereta Api Ambawara, yang rencananya akan dikirim pada 2009.
Bahkan yang lebih menarik lagi, ada terowongan yang masih layak dimasuki. Terowongan kuno sepanjang 500 meter dari Kota Sawahlunto dengan Muara Kalaban, kondisinya masih bagus bahkan 5 KM rel kereta api juga masih bagus. Sehingga wisatawan akan menikmati perjalanan kereta uap untuk mengenang kejayaan Sawalunto tempo doeloe. Apalagi penumpang berpakaian ala koboi, sehingga menjadi kenangan tersendiri.
Juga ada gelanggang pacuan kuda. Luas lahan arela pacuan mencapai 39,69 Ha dengan sarana track pacuan sepanjang 1.400 meter dan lebar 20 meter dilengkapi kandang kuda dengan kapasitas 200 ekor juga ada Mounting Yard, Saddling Paddock dan Jalan Kuda.
Bahkan gedung pusat kebudayaan yang didirikan pada tahun 1910 masih sempurna. Awalnya gedung ini bernama Gluck Auf, merupakan tempat berkumpul pejabat colonial untuk berdansa dan berpesta, lalu gedung ini bernama gedung Bola berfungsi sebagai arena billiard dan bowling. Gedung ini berfungsi sebagai tempat pertemuan para pejabat colonial. Sejak kemerdekaan, gedung ini digunakan oleh masyarakat untuk pertunjukan seni dan berubah nama menjadi gedung Pertemuan Masyarakat. Dan kini menjadi gedung kesenian dan kebudayaan.
Untuk wisata relegi, ada bangunan masjid kuno yang menarik. Semula bangunan mesjid ini adalah gudang mesiu. Fungsi dan bentuk bangunannya memang sudah berubah dari bangunan semula. Namun cerobong bangunan sudah dirubah digunakan sebagai minerat mesjid yang berupa menara dengan tangga memutar ke dalamnya. Atap bangunannya telah menjadi kubah. Walaupun telah mengalami cukup banyak perubahan mesjid ini merupakan suatu yang menarik dikunjungi.
Ada juga bangunan Gereja peninggala Belanda. Bangunan dengan gaya arsitektur kolonial (art deco) ini mempunyai suatu keunikan tersendiri dan merupakan sala satu elemen yang merupakan satu kesatuan dalam sejarah berdirinya dan tumbuhnya Kota Sawahlunto.
Yang tak kalah asyik dan menariknya, Batu Sandaran yang antik. Batu sandaran ini terletak dikelurahan Balai Batu sandaran yang terletak di jalur lingkar luar Selatan Kota Sawahlunto. Obyek ini berasal dari legenda tentang beberapa sesepuh adat bermusyawarah di tempat tersebut dan bersandar pada jajaran batu yang berbentuk sandaran, yang masih ada sampai saat ini.
Obyek wisata lain yang melengkapi kota Sawahlunto, ada Danau Kandi. Ada ekoswisata. Ada Taman Safari Mini. Ada Waterboom. Ada tempat makam Prof.MR.H Muhammad Yamin merupakan salah seorang putra terbaik bangsa Indonesia yang dilahirkan dan dimakamkan di Talawi kota Sawahlunto. Sawahlunto terus mempercantik diri menjadi kawasan obyek wisata yang pantas dan layak untuk dikunjungi. (endy)

Kamis, November 20, 2008

PANTAI BEKENANG YANG MENYENANGKAN

SIAPA pun yang pernah berkunjung ke Pantai Bekenang, akan selalu menyenangkan bahkan selalu terkenang. Lantaran, obyek wisata pantai ini memiliki pasir putih, udara bersih, laut yang bebas lepas serta panorama alam yang masih virgin sehingga sekali datang pasti akan datang lagi.
Selain itu, pantai yang ada di Bengkulu ini belum kena radiasi pencemaran industri, sampah dan suasana yang masih alami itu membuat Pantai Bekenang benar-benar enjoy untuk dinikmati. Apalagi, berjalan di atas pasir putih yang lembut dan nampak berkilauan seperti intan permata saat matahari menyinari.
Juga lukisan laut perpaduan warna hijau dan biru menyapa dengan penuh kesejukan, keteduhan dan kedamaian. Sehingga memberi rasa kepuasan tersendiri. Apalagi ratusan ikan hias yang berlindung di terumbu karang yang masih menerawang dari permukaan laut, membuat kenanggan yang tak terlupakan.
Untuk menuju pantai Bekenang harus menempuh jarak sekitar 145 Km dari Bandara Fatmawati Kota Bengkulu. Perjalanan ke lokasi itu, bisa ditempuh kendaraan umum, atau rental kendaraan dari Bandara Fatmawati dengan harga sekitar Rp300 ribu, yang butuh waktu 3 jam. Namun selama perjalanan, akan disuguhi pemandangan alam Bengkulu, yang berbeda dengan lainnya.
Pantai Bekenang, satu dari 14 obyek wista pantai yang ada di Bengkulu, diantaranya Pantai Tapak Paderi dan Pantai Panjang di Kota Bengkulu yang merupakan lokasi pembangunan kawasan wista bertaraf internasional.
Di Provinsi Bengkulu saat ini terdapat 80 obyek wisata yang terindentifikasi dan memiliki kekhasan. Dari jumlah itu sebanyak 14 di antaranya merupakan pantai, delapan wisata tirta , 22 wisata sejarah dan 36 panorama alam yang masih alami. (end)

Rabu, November 19, 2008

KAMPUNG TUGU, CAGAR BUDAYA DIAMBANG PUNAH

MESKI lokasinya di ibukota Jakarta, pusat pemerintahan, pusat perputaran uang, pusat kebudayaan namun soal kepedulian terhadap pelestarian warisan budaya, nampaknya masih sangat rendah. Buktinya, Kampung Tugu di daerah Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, kurang mendapat perhatian serius.
Warisan budaya kolonial Portugis yang menjadi salah satu cagar budaya Indonesia, kini kondisinya terawat namun keberadaanya terabaikan dan tidak terjaga dengan baik. Yang menyedihkan lagi, salah satu cagar budaya bangsa Indonesia sudah diambang kepunahan. Menyedihkan memang.
Peninggalan yang masih kokoh sebuah Gereja Tugu yang berusia 260 tahun, yang tetap sesuai aslinya. Juga ada kuburan orang-orang keturunan Portugis, yang juga terabaikan. Selain itu, akses jalan ke kampung Tugu amburadul.
Kampung Tugu sekarang dihuni oleh masyarakat yang heterogen dan warga keturunan Portugis menjadi bagian di dalamnya. Mereka sekarang berada di tengah-tengah permukiman penduduk yang berasal dari berbagai suku dan agama. Tidak terelakkan lagi, saat ini mereka sudah menjadi warga minoritas di kampung sendiri.
Orang Tugu atau warga asli Kampung Tugu, telah menjalani kehidupan lebih dari tiga setengah abad, sejak pertengahan abad ke-17, saat Jakarta disebut Batavia dan menjadi kota pusat kekuasaan perusahaan dagang Belanda di Hindia Timur (VOC).
Nenek moyang orang Tugu adalah orang Portugis dari Malaka. Mereka dibawa ke Batavia sebagai tawanan perang, setelah pasukan VOC merebut kota pelabuhan di Semenanjung Melayu itu dari tangan Portugis pada 1641.
Menurut catatan sejarah, tawanan perang yang diangkut pulang ke Batavia dari Malaka ketika itu berjumlah 23 keluarga atau 150 jiwa. Sebagian besar merupakan orang-orang berdarah campuran, hasil perkawinan lelaki Portugis dengan perempuan lokal asal berbagai daerah koloni Portugis di Asia, seperti Malabar, Kalkuta, Surat, Pantai Koromandel, Goa, dan Ceylon (Sri Lanka), serta dari Malaka sendiri.
Di Batavia, mereka dimukimkan oleh Kompeni Belanda di daerah Tugu, sekiar 20 kilometer sebelah tenggara kota pelabuhan itu. Tugu ketika itu masih berupa kawasan hutan dan rawa-rawa yang merupakan sarang nyamuk malaria dan berbagai sumber penyakit lain. Di sana mereka berusaha bertahan hidup dengan berburu binatang liar, menangkap ikan, dan mengumpulkan hasil hutan.
Setelah memeluk agama Kristen Protestan, agama resmi Kerajaan Belanda, mereka yang awalnya beragama Katolik dibebaskan dari status sebagai tawanan perang. Itu sebabnya, mereka disebut de mardijkers atau orang merdeka. Sebuah gereja dibangun bagi mereka yang bersedia menghapus nama-nama keluarga Portugis, dan menggantinya dengan nama-nama Belanda.
Populasi orang Kampung Tugu kini diperkirakan sekitar 1.200 jiwa. Kurang-lebih separuhnya, yakni 300 orang, masih tinggal dan bekerja di Kampung Tugu, terutama di sekitar gereja tua mereka.
Sekitar 500 orang Tugu lainnya kini tinggal di Belanda. Mereka adalah keturunan orang-orang Tugu yang tahun 1950 melakukan eksodus ke Hollandia (Jayapura, Papua), sebelum kemudian bemigrasi ke Belanda lewat Suriname . Sisanya sekitar 100 orang saat ini bermukim tersebar di berbagai daerah lain di Indonesia, termasuk di Jayapura.
Di mana pun mereka berada, orang-orang Tugu merasa bersaudara satu dengan yang lain. Pertautan darah, kesamaan sejarah, serta ikatan kebudayaan merupakan hal-hal yang selalu dapat menyatukan pikiran dan perasaan mereka.
Masyarakat Kampung Tugu kini ikut menjadi bagian dari masyarakat Jakarta yang majemuk. Warisan kebudayaannya yang khas, termasuk musik kroncongnya, dianggap sebagai bagian dari kekayaan kebudayaan nasional yang tak ternilai harganya.
Di saat pemerintah sedang gencar-gencarnya menjadikan Indonesia sebagai tempat kunjungan wisata (Visit Indonesia Year), Kampung Tugu yang sering didatangi turis asing, justru terabaikan. Tidak ada iktikad baik dari pemerintah untuk mengembangkan Kampung Tugu sebagai salah satu objek wisata sejarah yang patut dibanggakan. (ENDY)

Senin, November 17, 2008

DESTINASI TUGU PERANG BIAK RUSAK

MERAWAT itu memang tidak gampang. Buktinya, tugu bersejarah yang sudah dibangun susah-susah oleh tentara negara adidaya, Amerika Serikat pada tahun 1945, kini kondisinya malah memprihatikan.
Padahal, di bekas lokasi perang sekutu di Biak, Kabupaten Biak Numfor Papua itu memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi. Kemenangan tentara AS bersama sekutu saat melawan tentara Jepang pada Perang Dunia Kedua itu merupakan simbol sejarah dunia yang tak ternilai harganya.
Sayangnya, simbol kemenangan yang diwujudkan dalam sebuah Tugu Perang tak terawat, juga kurang mendapat perhatian. Padahal, jika ditangani serius, dirawat dengan baik dan dipelihara secara sukarela, bisa jadi akan menjadi obyek wisata sejarah yang memiliki nilai yang tak terkira harganya.
Lebih dari itu, tugu itu bisa dipromosikan ke negara adi kuasa dan sekutunya dengan promosi yang rutin, propaganda yang menarik dan publikasi yang menyebutkan masih ada peninggalan bekas perang tentara AS yang ada di Biak. Juga dibumbi informasi menarik dan pelengkap lainnya, sehingga menimbulkan daya tarik.
Apalagi, di kawasan ini masih banyak tersebar peninggalan sejarah tentara sekutu, dan Jepang bahkan Belanda seperti bangkai kapal perang, bangkai pesawat terbang juga ada
goa Binsari Jepang di Kampung Sumberker, Tugu UNTEA di jalan Hangtuah komplek Pangkalan TNI AL Biak.
Selain itu, ada juga objek sejarah tugu perang dunia II di Pulau Numfor, monument perang dunia II Paray Distrik Biak Kota, tugu Pepera di Jalan Sriwijaya Ridge Distrik Samofa. Sementara objek sejarah lainnya berupa tugu 14 Maret di Jalan Sorido Distrik Biak Kota sebagai simbol perjuangan pemuda Biak melawan kolonial Belanda.
Sayang hal itu tidak dilakukan dari dulu-dulu, yang ada saat ini justru kebalikannya. Nasib tugu perang Pasific di Biak itu, rusak. Bagian atasnya pecah dan hilang. Yang menyedihkan lagi, oleh warga sekitar di Jalan Pramuka dipakai menjemur pakaian, menjemur kasur bahkan garasi motor. Menyedihkan memang. (END/FOTO : IST)

SITUS GOA MLATEN TAK TERURUS

PERHATIAN terhadap situs memang tak pernah serius. Goa Mlaten, salah satunya. Padahal, goa yang juga disebut goa Maling Aguno yang berada di daerah Polaman, Kecamatan Lawang, Malang, Jawa Timur ini, memiliki nilai sejarah tenyata kini menjadi merana, terbengkelai, tak terurus.
Ada berbau nilai sejarah lantaran konon goa ini, di masa Kerajaan Singosari dipakai sebagai jalan tembus oleh seseorang ketika menculik Puteri Ken Dedes untuk tujuan baik. Bahkan infonya sebagai tempat persembunyian Puteri Ken Dedes, yang bertujuan untuk mengamankan sang putri karena adanya kemelut di kerajaan Singasori.
Bukti sejarah lainnya, di bawah goa ada sumber air atau sendang atau telaga Polaman, berukuran sedang yang sumber mata airnya sangat bersih. Bahkan di sendang itu ada ikan berukuran besar yang dulu diyakini oleh penduduk setempat sebagai ikan pemeliharaan sang putri.
Bahkan di depan mulut goa, ada batu kotak-kota yang mirip dengan batu candi, yang diduga sebagai tempat persembayangan. Yang unik lagi, untuk masuk ke goa tidak perlu jongkok atau merayap namun cukup berdiri karena mulut goa setinggi orang dewasa.
Kedalaman goa memiliking lorong sampai 80 meter, sedangkan ketinggian langit-langit goa mencapai sekitar 1,8 hingga 2 meter. Jika ditelusuri dalam goa kondisinya akan semakin menarik karena disinyalir goa ini pasti ke daerah yang pasti ada kaitannya dengan Kerajaan Singasari. Sayang penetian itu dilakukan sampai kini.
Yang lebih sangat disayangkan lagi, kini ceritanya sudah berubah. Kondisi goa makin memprihatinkan. Bibir goa makin sempit. Batu candi telah sirna. Kedalaman lorong goa makin berkurang. Penyebabnya Bagian atas goa sudah menjadi tempat hunian baru manusia. JUga akibat sedimentasi, dimana setiap musim hujan, sungai yang tepat berada di depan mulut goa mengalirkan lumpur masuk ke dalam goa.
Padahal, jika pemerintah daerah maupun pusat cepat tanggap menangannya, Keberadaan goa Mlaten dengan air sendang yang dulu sangat rindang bisa menjadi obyek wisata sejarah yang menakjubkan. Apalagi, bila wisatawan datang ke lokasi itu diberi bumbu-bumbu tentang sejarah masa lalu, jelas membuat wisatawan akan semakin ingin tau. Bukankah kedatangan wisatawan ke daerah yang belum pernah dikunjungi hanya ingin melihat dan mengetahui banyak tentang masa lalu??? (e)

Kamis, November 13, 2008

BERWISATA KE NUSAKAMBANGAN, SIAPA TAKUT


MENYEBUT nama Nusakambangan pasti pikiran selalu berkonotasi negatif. Menyeramkan. Menakutkan. Maklum, pulau seluas 240 kilometer persegi yang ada di sebelah selatan Pulau Jawa ini, sudah menjadi trademark tempat pembuangan narapidana kelas kakap. Sejumlah nama beken seperti Jhony Indo, Kusni Kasdut, Tommy Soeharto (putra sulung mantan presiden Soeharto), Bob Hassan (pengusaha dan mantan menteri), pernah jadi penghuninya.
Juga, tiga pelaku peledakan bom Bali I, Amrozi, Mukhlas dan Imam Samudra menjadi penghuni terakhir setelah menjalani eksekusi ditembak mati, pada 9 November 2008 lalu. Memang sejak digelar eksekusi mati bagi ketuga bommber di kawasan LP Nirbaya, Nusakambangan dinyatakan tertutup untuk umum. Kini sudah dibuka lagi.
Pulau Nusakambangan ini dikelilingi Samudra Indonesia, untuk mencapai pulau yang mirip penjara Alcatraz di Teluk San Fransisco, Amerika Serikat ini, butuh waktu sekitar 20 menit dengan menumpang kapal dari Pelabuhan Dermaga Wijayapura Cilacap, Jawa Tengah menuju Dermada Sodong Nusakambangan.
Kondisi alam Pulau Nusakambangan masih dikelilingi hutan belukar, yang dipenuhi satwat liar. Juga dikelilingi laut yang ombaknya keras dan ganas. Pokoknya tidak bersahabatlah, karena itu menyulit para napi untuk melarikan diri. Taruhannya ya nyawa.
Sejarah mencatat, pulau ini pertama kali ditetapkan sebagai penjara oleh Departement van Recht en Justitie (Departemen Kehakiman di masa pemerintahan Belanda) pada tahun 1912. Belanda sengaja menyiapkan Nusakambangan sebagai pulau penjara, karena kondisi alamnya yang menantang, menyeramkan dan menakutkan.
Saat itu, Belanda membangun delapan penjara, yakni Lapas Permisan (1928), Lapas Gladakan/Nirbaya (1912), Lapas Karanganyar (1912), Lapas Batu (1935), Lapas Glinger (1925), Lapas Karangtengah (1927), Laps Besi (1927), dan Lapas Limus Buntu (1935.
Baru pada 1950, pemerintah Indonesia menambah sebuah penjara, Kembangkuning. Belakangan, jumlah penjara di Nusakambangan hanya tinggal empat, yakit Batu, Besi, Kembangkuning dan LP Permisan.
Sisanya sudah runtuh yaitu Lapas Karang Anyar, Lapas Nirbaya, Lapas Gliger, Lapas Karang Tengah, dan Lapas Limus Buntu. Reruntuhan lapas itu kini dibiarkan begitu saja.
Sebelum tahun 1964, Pulau Nusakambangan menganut sistem penjara berdasar Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda tanggal 24 Juli 1922. Berdasarkan Berita Negara Hindia Belanda tahun 1928, keseluruhan Pulau Nusakambangan adalah penjara dan daerah terlarang.
Seiring waktu, pada 27 April 1964, sistem kepenjaraan diubah menjadi lembaga
pemasyarakatan. Masyarakat umum diperkenankan memasuki dan berwisata di lokasi yang telah ditetapkan meskipun harus didampingi petugas dari Dinas Pariwisata Kabupaten Cilacap.
Di balik semua kesan menyeramkan itu, Nusakambangan ternyata menyimpan potensi wisata yang belum digarap secara maksimal. Pemandangan alam di pulau itu sangat mempesona. Ombaknya tinggi dengan batu karang yang tegak berdiri juga menjadi pemandangan khas yang sukar ditemui di tempat-tempat lain.
Data Dinas Pariwisata Cilacap, setiap harinya ada 1.000 orang wisatawan menyeberang ke Nusakambangan. Selain menjenguk napi, mereka juga ingin melihat sejumlah obyek wisata alam andalan yakni Pantai Permisan, Pantai Pasir Putih, Goa Ratu, Goa Maria, Pantai Cemiring, Goa Putri, Goa Masigit Selo, Goa Pasir dan Pantai Rancababagan.
Selain itu, wisata sejarah dengan melihat bangunan tua peninggalan belanda, benteng tua dan tempat karantina para penderita penyakit kusta. Tempat karantina ini berada pada radius 10 kilometer dari ruang tahanan para napi, yang dapat ditempuh dalam waktu satu jam perjalanan laut maupun darat.
Adapun untuk mencapai Goa Maria, Nusakambangan, wisatawan harus menyewa perahu khusus dari Dermaga Wijayapura. Dan tersedia pula perahu sewaan untuk mengitari Pulau Nusakambangan. Tak ada kendaraan umum di pulau ini. Jadi, untuk menuju lokasi wisata, pengunjung harus membawa kendaraan sendiri. Tiga lokasi wisata andalan itu bisa ditempuh dalam satu kali perjalanan melewati satu-satunya jalan yang membelah pulau sepanjang delapan kilometer.
Sedangkan puncak wisatawan datang ke Nusakambangan biasanya pada saat libur sekolah dan hari-hari besar nasional Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru. Mau kesana? emang siapa takut? (E/FOTO :IST)

Senin, November 10, 2008

GROBOGAN, KAYA OBYEK MISKIN WISATAWAN


JANGAN tanya soal obyek wisata di Grobogan. Karena kota kabupaten di Jawa Tengah ini, memang kaya dengan obyek. Ada sembilan destinasi yang cukup potensi untuk dikunjungi. Sayang meski kaya obyek, namun jumlah kunjungan wisatawan masih sangat miskin. Yang lebih miskin lagi, hingga kini belum ada investor yang mau menanamkan modalnya di wilayah ini.
Sembilan objek wisata di Grobogan yang potensial antara lain Bledug Kuwu, Waduk Kedung Ombo, Goa Macan dan Goa Lawa, air terjun Widuri, Api Abadi Mrapen, Makam Ki Ageng Selo, Ki Ageng Joko Tarub, dan Ki Ageng Lembu Peteng.
Memang, Pemda Grobogan terus aktif menjual obyek wisatanya dengan melakukan promosi secara gencar melalui publikasi di berbagai media, bahkan ikut pameran wisata tingkat nasional. Juga membuat profil obyek wisata melalui video visual dalam bentuk VCD dan DVD.
Selain itu, daya tarik wisata Grobogan ditawarkan kepada investor nasional, untung-untung jika investor asing sehingga bisa untuk menggairahkan pertumbuhan ekonomi di daerah. Saat ini, dio Grobogan sudah ada hotel namun belum ada hotel berbintang yang memadai, juga belum ada restorant skala nasional.
Kawasan objek wisata Bledug Kuwu di Kradenan seluas 6 hektare ini memiliki keunikan, karena letupan lumpur setinggi delapan meter dan mengandung air garam bisa bermanfaat untuk bahan pembuatan garam dengan kualitas yang baik.
Bahkan, konon ceritanya adanya Bledug Kuwu disebabkan lobang yang menghubungkan tempat Bledug Kuwu dengan Samudra Selatan, karena zaman dahulu Joko Linglung anak dari Aji Soko yang berujud ular naga melakukan perjalanan dari Laut Selatan menuju kerajaan Modang Kamolan melalui bawah tanah, sehingga muncul lumpur di Kerajaan Modang Kamolan tersebut. (end)

PENYERAPAN NAKER PARIWISATA STAGNAN


PENYERAPAN tenaga kerja (naker) sektor pariwisata tahun 2008, masih stagnan dan belum menunjukkan tanda-tanda bergairah lagi. Meski sudah ada beberapa investor asing dari Arab Saudi, Malaysia, Singapura yang mau menanamkan modalnya di sektor pariwisata, namun hingga kini belum ada realisasi proyeknya.
Arab Saudi akan membangun hotel dan resort di NTB, Malaysia membangun proyek kawasan wisata terpadu eksklusif (KWTE) Treasure Bay Bintan di Pulau Bintan yang sampai kini mengalami hambatan birokrasi di daerah. Sementara pembangunan hotel baru di Jakarta belum ada hanya rehab dari hotel yang lama.
''Sehingga penyerapan tenaga kerja di sektor pariwisata masih stagnan. Dan memang saat ini ada sekitar delapan juta tenaga kerja di sektor pariwisata ini dan 55 persen terserap di hotel dan restoran. Sayangnya, jumlah tenaga kerja itu belum bertambah,'' ungkap pengamat pariwisata Diyak Mulahela di Jakarta, Senin (10/11)
Di Jakarta, lanjut Diyak, saat ini ada sekitar 40.000 kamar hotel berbintang dan nonbintang. Sementara tingkat huniannya baru mencapai rata-rata 60 persen, ini berarti sekitar 18.000 dari 20.000 kamar hotel berbintang dan nonbintang di Jakarta kosong setiap hari. ''Kekosongan ini akibat kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Jakarta merosot tajam,'' ungkap Ketua Umum Lembaga Pengembangan Informasi Pariwisata (Lepita).
Diakuinya, dengan tingkat hunian hotel yang rendah, pemilik hotel tidak mungkin menambah tenaga kerja. Karyawan tidak dikurangi, namun untuk menekan biaya operasional itu kini ada yang dialihtugaskan untuk menangani bidang food & beverage (makanan dan minuman). Mengingat, pendapatan food & beverage lebih tinggi ketimbang menjual kamar hotel.
Di sisi lain, tambah Diyak, tidak terserapnya tenaga kerja di sektor pariwisata karena dalam kondisi ekonomi sulit, pemilik hotel umumnya menerapkan rasio kamar dengan karyawan 1:1. Hanya beberapa hotel bintang lima di Bali dan Jakarta menerapkan rasio 1:2, terutama yang memiliki banyak cottage. Penggunaan karyawan lebih banyak sebagai upaya memberikan pelayanan optimal kepada tamu.
''Memang pelayanan terhadap tamu hotel dan pengunjung obyek wisata serta restoran tidak mungkin diganti dengan mesin atau robot. Labour intensif itu harus dipenuhi dengan tenaga kerja yang handal, tidak bisa diganti dengan mesin. Pelayanan itu tetap bersentuhan dengan kemanusian, bersentuhan dengan nilai-nilai hospitality, bersentuhan dengan senyum sang pelayan,'' jelasnya serius. (e/foto : endy)

WISATA BAHARI SULSEL TERBENTUR INFRASTRUKTUR


POTENSI wisata bahari di Sulawesi Selatan (Sulsel) masih terbentur infrastruktur, padahal selain memiliki taman laut nasional (TLN) Taka Bonerate, juga terdapat lokasi pembuatan perahu tradisional "Phinisi".
"Kendala yang dihadapi untuk mengembangkan potensi wisata bahari diantaranya akses jalan dan transportasi udara," jelas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Sulsel Ama Saing di Makassar, Minggu.
Dari sejumlah potensi wisata bahari di Sulsel, dua diantaranya yang banyak menarik perhatian wisatawan mancanegara yakni TLN Taka Bonerate di Kabupaten Selayar dan Tanjung Bira di Kabupaten Bulukumba. Hanya saja untuk mencapai lokasi tersebut dibutuhkan waktu sedikitnya tujuh jam dengan kendaraan darat.
Akses jalan menuju Ibukota Kabupaten Bulukumba dari Kota Makassar cukup baik, namun dari ibukota kabupaten ke lokasi Tanjung Bira atau pun ke tempat pembuatan perahu di Ara, masih berupa pengerasan jalan, sehingga pada musim kemarau akan berdebu dan musim hujan jalan menjadi becek.
Sementara jika akan ke Kabupaten Selayar, harus melewati penyeberangan Kapal Ferry di Bulukumba. Sedangkan jika menempuh via udara, hanya tersedia layanan pesawat jenis perintis dengan kapasitas penumpang maksimal 20 orang, itu pun hanya ada pelayanan tiga kali seminggu.
Kendati masih ada kendala infrastruktur, pihaknya bersama pemerintah setempat tetap gencar mempromosikan wisata itu di dalam maupun luar negeri. Sebagai implementasinya, awal tahun 2009 diagendakan Festival di Kabupaten Bulukumba.
Diharapkan Festival Phinisi yang masuk dalam kalender wisata nasional ini, selain dapat menyerap wisatawan nusantara (wisnu) juga mendatangkan wisatawan mancanegara (wisman).


Atol Harimau

Taka Bonerate - sebuah kepulauan di sisi selatan semenanjung Sulawesi dan Pulau Selayar, dengan nama baku "Kepulauan Macan". Pada zaman kerajaan Bone kawasan ini dinamakan Bone Riattang (artinya kerajaan Bone di sebelah selatan atau gundukan pasir di selatan), pada zaman kerajaan Gowa disebut Bone Irate (artinya kerajaan Gowa di sebelah selatan ataupun gundukan pasir di selatan), atau ada pula yang mengartikan Taka Bonerate sebagai "hamparan karang di atas pasir"
Molengraff (1929) dalam "Sebaran dan Perkembangan Terumbu Karang di Indonesia Timur" menyebut Taka Bonerate sebagai Atol Harimau atau Tiger Island . Nama-nama pulau di Taka Bonerate telah tiga kali mengalami perubahan yaitu nama yang diberikan oleh Molengraff 1929, nama dalam peta Dishidros, dan nama yang berlaku sekarang di masyarakat lokal.
Nama Kepulauan Macan diberi berbagai interpretasi makna yang berlainan. Interpretasi yang dinilai logis menghubungkan nama tersebut dengan bentuk kawasan beserta letak taka di dalamnya yang menyerupai gigi macan yang tajam dan cukup rapat. Menyiratkan sebuah peringatan bagi manusia, yaitu bagi siapapun yang ingin masuk ke kawasan harus mengenal dahulu kepulauan tersebut, bila tidak, maka orang tersebut akan sulit keluar, karena diandaikan sudah berada di dalam mulut macan.
Penamaan pulau-pulau, taka-taka, dan gusung yang membentuk Kepulauan Macan, sekarang disebut "Kawasan Taka Bonerate", bukan sekedar nama, melainkan mengandung makna sehubungan berkaitan dengan sumberdaya yang dikandungnya dan peristiwa-peristiwa sejarah, sosial ekonomi serta politik masyarakat masa lalu. (en/foto : ist)

PANTAI MANADO ALAMI DEGRADASI


SEBAGIAN besar pesisir pantai di Kota Manado, Sulawesi Utara (Sulut), mengalami degradasi lingkungan akibat multiaktivitas masyarakat yang tidak bisa dikendalikan.
"Guna mengatasi degradasi atau kerusakan yang mengancam Teluk Manado, perlu ada program pantai lestari untuk mengembalikan kelestarian alam," kata Kepala Badan Pengelolah Lingkungan Hidup (BPLH) Provinsi Sulut, Boy Tamon, di Manado, Minggu.
Kegiatan inti program pantai lestari, di antaranya adalah menggalakkan wisata bersih dan bandar indah, menjaga kelestarian terumbu karang dan hutan mangrove. Kegiatan ini melibatkan semua sektor dunia usaha, dengan menyatukan persepsi untuk menghasilkan suatu kebijakan yang dapat dilakukan secara konsisten.
Sehingga diharapkan mampu meningkatkan kualitas perairan, termasuk kawasan pelabuhan, hutan mangrove, terumbu karang, pemukiman dan industri pariwisata, ungkapnya seperti dikutip dari antara.
Padahal Teluk Manado menyimpan banyak potensi dan sumber daya alam di pesisir laut, yang dapat dikembangkan demi menopang kegiatan pembangunan daerah, khususnya dalam menunjang terlaksananya kegiatan internasional World Ocean Conference (WOC) atau konferensi dunia tentang laut di Kota Manado, 11-15 Mei 2009.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pengelola Taman Nasional Bunaken (DPTNB), Freddy Sualang, mengatakan, laut di pesisir Manado "dikepung" ratusan kubik sampah dari Kalimantan dan Kabupaten Sangihe, sehingga mengganggu kondisi lingkungan keindahan wisata laut.
Dugaan kuat puluhan kubik kayu hasil perambahan hutan di Kalimantan telah mengotori dan menyebar di wilayah konservasi TNB, menyebabkan kondisi lingkungan laut dan ekosistem terancam. (en/foto : ist)

Jumat, November 07, 2008

LIAN AIR TERGELINCIR DI GORONTALO


SEBUAH pesawat maskapai penerbangan Lion Air MD 90 dengan nomor penerbangan LNI-793 dengan tujuan Gorontalo-Makassar, Jumat (7/11) siang, tergelincir dari landasan pacu Bandara Jalaluddin Gorontalo sebelum lepas landas.
Roda depan pesawat yang membawa penumpang penuh yang berjumlah 167 orang tersebut terperosok ke luar landasan saat memutar sebelum terbang meninggalkan landasan. Untungnya, tak ada korban dalam kecelakaan penerbangan ini.
"Ada tim yang menangani kerusakan, meskipun pesawat itu hingga kini masih layak terbang, dan sampai kini masih dalam perbaikan" ungkap Kepala Bandara Jalaluddin, Nunung Triatmoko di Gorontalo seperti dikutip dari antara.
Ia menampik kecelakaan yang terjadi berulang kali di bandara tersebut diakibatkan oleh sempitnya landasan pacu. Padahal, sebelumnya, pada Juli 2007 Lion Air juga mengalami hal yang sama di Bandara Jalaluddin akibat terperosok pada tanah lembek di luar landasan.
Nasib ratusan penumpang yang semula akan berangkat pada pukul 12.20 WITA tersebut, terpaksa turun dari pesawat dan menunggu hingga Lion Air menetapkan jadwal keberangkatan yang baru.
Sejumlah penumpang hingga berita ini diturunkan masih menunggu di bandara untuk meminta kepastian dari pihak bandara. Dan sebagian penumpang yang tidak difasilitasi menginap di hotel protes kepada Lion Air, karena merasa sangat dirugikan oleh penundaan keberangkatan tersebut.
"Seharusnya semua menginap di hotel menunggu keberangkatan selanjutnya, tapi ini yang difasilitasi justru yang katanya rumahnya jauh atau alasan lainnya," ungkap Suyatno, salah seorang penumpang. (endy/foto : ist)

MAU SEWA HARIMAU, CUMA RP 1 MILIAR


DEPARTEMEN Kehutanan (Dephut) agaknya kehabisan akal untuk mencari pemasukan anggarannya. Setelah ada larangan menebang hutan yang berakibat merusak lingkungan, longsor, banjir, penurunan kualitas udara dan adanya global warming, membuat Dephut tak bergeming.
Kini, program tak masuk akal diterapkan Departemen yang dipimpin MS Kaban dengan membuka kesempatan bagi masyarakat untuk memelihara satwa liar yang terancam punah. Sepereti Harimau maupun satwa lainnya.
Namun memilihara satwa itu tidak gratis, harus dengan membayar kompensasi sebesar Rp 1 miliar untuk Harimau Sumatera. ‘’Nantinya hasil dana kompensasi itu, dipakai untuk untuk penanganan konservasi satwa liar yang ada di alam,’’ ungkap Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Dephut, Darori di Jakarta, Jumat (7/11).
Program ini terpaksa diterapkan, sambung Darori, karena selama ini banyak masyarakat yang memelihara satwa liar secara sembunyi-sembunyi. "Jadi daripada sembunyi-sembunyi, kita legalkan saja. Namun dengan membayar kompensasi," kata Darori.
Kompensasi yang dibayarkan, akan ditujukan untuk membantu pendanaan konservasi satwa liar yang ada di alam. Hal itu sekaligus juga bisa memecahkan persoalan pendanaan konservasi alam liar. "Dana yang dibutuhkan untuk konservasi alam liar sangat besar, sementara anggaran pemerintah terbatas," katanya.
Nilai kompensasi yang dibayarkan bervariasi tergantung jenis satwa liar yang ingin di pelihara. Untuk memelihara seekor Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatrae) nilai kompensasinya minimal Rp1 miliar. (endy/foto : ist)

WISATA RELIGI, MASJID AGUNG BANDUNG


MASJID Agung Bandung yang memiliki menara kembar, mirip menara di Masjid Mabawi di Madinah. Kini menjadi obyek wisata religi yang menyejukkan. Sesejuk kota yang dijuluki Paris Van Java.
Setiap hari, Masjid Agung Bandung di pusat kota Bandung selalu didatangi wisatawan lokal, nasional bahkan macanegara. Sasarannya menara kembar mirip di Masjid Mabawi dijadikan tempat bersantai.
Tak bisa dipungkiri, keindahan, kemegahan dan ketegaran Masjid ini sudah terlihat dari jauh. Begitu menginjakkan kaki di halaman masjid, wisatawan dapat melihat keindahan menara kembar masjid. Menara dengan ketinggian 81 meter . Awalnya, dirancang dengan ketinggian 99 meter untuk melambangkan Asmaul Husna.
Ternyata, Departemen Perhubungan tak mengizinkan karena mengganggu lalu lintas udara Bandara Husein Sastranegara. Meski ketinggiannya 81 meter, namun jika ditambah fondasinya yang 18 meter ke bawah tanah, jumlahnya menjadi 99 m.
Dengan ketinggian itu, Menara kembar Masjid Raya menjadi bangunan tertinggi di Bandung yang setara bangunan 21 lantai. Untuk bisa mencapai puncak menara , wisatawan tak perlu susah payah naik tangga karena ada lift yang membantu menuju puncak menara. Memang harus sabar antri saat pengunjung padat. Berbeda dengan hari biasa hanya bisa dikunjungi setiap Sabtu – Minggu.
Di puncak menara, bisa menikmati pemandangan kota Bandung, yang kini dipadati bangunan perkantoran, perumahan, hotel dan hijau kota Bandung agaknya sudah berkurang akibat eksplotasi pembangunan yang terus digenjot.
Juga dapat melihat kepadatan arus lalu lintas yang kini menjadi problem bagi jalan-jalan di Bandung, akibat banyaknya kendaraan dari Jakarta dan daerah kota lain yang ingin berwisata, berlibur dan jalan-jalan ke kota Kembang ini.
Yang lebih menarik lagi, wisatawan bisa menyaksikan pemandangan dua kubah berukuran kecil yang di atasnya terdapat lambang tusuk satai. Di belakang kedua kubah itu, menjulang kubah induk yang berukuran lima kali kubah yang kecil atau setara dengan kubah Masjid Istiqlal dipasang tulisan Allah setinggi 7 m.
Semula, di atas tulisan Allah sempat dipasang lambang bulan bintang. Tetapi, berkat masukan dari masyarakat, lambang bulan bintang akhirnya dipotong. Untuk memasuki bangunan baru masjid, wisatawan pasti dibuat terpesona dengan ukiran ayat-ayat suci Alquran pada pintu masuk yang terbuat dari pohon jati raksasa yang didatangkan khusus dari Jepara. Bagian dalam bangunan dibuat gaya Taj Mahal India, lengkap dengan kolam dan air mancur.
Masjid Agung Bandung pertama kali dibangun pada 1812. Tepatnya, setelah pusat Kota Bandung pindah dari Krapyak (Dayeuhkolot). Penempatan masjid disesuaikan pola tata kota masa itu. Alun-alun sebagai sentral di tengah. Pusat pemerintahan berada di selatan.
Sebelah utara dibangun penjara. Sementara itu, masjid di sebelah barat.
Setelah Bandung tumbuh menjadi kota bisnis, kehadiran Masjid Agung seakan terlupakan. Toko-toko, supermarket, dan pedagang kaki lima yang memenuhi Alun-alun, tak pernah sepi dari kunjungan wisatawan. (endy/foto: ist)

PULAU KURUDU BUTUH SENTUHAN

POTENSI alam di Pulau Kurudu, Kabupaten Kepulauan Yapen, Papua, sangat luar biasa. Sayangnya, hingga kini belum dimanfaatkan untuk menarik wisatawan nasional masupun mancanegara berwisata ke pulau yang masih alami. Obyek wisata Pulau Kurudu memang butuh sentuhan, butuh investor, butuh promosi agar didatangi wisatawan.
Padahal pulau yang dijuluki Pulau Sorga ini memiliki potensi wisata alam yang sangat menarik dan bila dikelola secara baik dan profesional akan menarik wisatawan sekaligus meningkatkan pendapatan bagi negara maupun Kabupaten Kepulauan Yapen.
Selain itu, penduduk yang bermukim di pulau ini pun akan mendapat tambahan pendapatan, demikian kata tokoh masyarakat asal Pulau Kurudu, Marinus Imbiri kepada antara di Jayapura, Jumat (7/11).
Dikatakan, pulau yang berhadapan langsung dengan lautan pasifik itu memiliki pantai berpasir putih dan hitam yang sangat panjang dan memiliki terumbu karang yang masih asli.
Selain itu pada waktu-waktu tertentu terjadi musim ombak sehingga cocok untuk olah raga luncur ombak dan selancar angin. Bahkan di perairan pulau sorga ini juga terdapat beraneka jenis ikan dan terumbu karang serta berbagai jenis rumput laut sehingga menarik bagi para pencinta selam.
Beberapa tahun silam pulau ini pernah dikunjungi sejumlah wisatawan asal Belgia. Mereka menyelam sambil menikmati keindahan laut yang ada di perairan pulau tersebut.
Ia yakin apabila potensi pariwisata yang ada di Pulau Kurudu dikembangkan secara baik dan professional, maka akan menarik sejumlah wisatawan mancanegara dan domestic untuk berkunjung ke pulau ini.
Apalagi penduduk yang mendiami pulau ini sangat ramah dan memiliki rasa soaial yang sangat tinggi sehingga akan memberikan pelayanan yang baik bagi setiap wisatawan yang berkunjung ke Pulau Kurudu. Untuk menjangkau pulau ini dari Serui, Ibukota Kabupaten Kepulauan Yapen, hanya membutuhkan waktu dua jam menggunakan "speed boad". (e)

PANTAI LOSARI TERCEMAR MERCURI


PANTAI LOSARI memang sudah melekat di hati masyarakat Makassar, Sulawesi Selatan. Pantai yang ada di sebelah barat kota Makassar ini, menjadi tempat wisata, rekreasi bagi keluarga maupoun wisatawan untuk menghabiskan waktu dengan menyaksikan detik-detik tenggelamnya matahari, sunset.
Dulu, pantai ini dikenal sebagai pusat makanan laut di malam hari sehingga dijuluki warung terpanjang di dunia lantaran warung tenda berjejer hingga satu kilometer. Meski sudah dipindah di depan rumah Walikota Makassar yang masih di sekitar Pantai Losari, namun wisatawan masih tetap setia untuk datang.
Selain itu, sebagai tempat wisata bahari apalagi ditunjang dengan perairan pantai yang cukup tenang sehingga cocok untuk berenang, ski air, jet ski. Juga, kawasan pantai ini ada wisata sejarah Fort Rotterdam, benteng peninggalan pemerintah kolonial Belanda yang memiliki nilai sejarah tinggi dalam perjuangan bangsa.
Sayang, pantai yang tak berpasir, kini mengalami berbagai masalah yang sangat kompleks. Mulai masalah kemacetan akibat perkembangan kota, juga penurunan kualitas lingkungan akibat pencemaran industri, sampah dan rumah tangga. Kondisi ini berdampak pada kerusakan terumbu karang, perubahan morfologi pantai.
Pencemaran yang paling berat akibat limbah mercuri dari pedagang emas di pasar yang dekat dengan pantai Losari. Saat pedagang emas memasak untuk memudahkan proses pembentukan model. Biasanya air mercuri yang sudah dipakai, dibuang seenaknya melalui gorong-gorong, kemudian bahan kimia berbahaya itu mengalir ke pantai Losari, sehingga kadar mercuri bercampur air laut begitu cepat.
Memang, sepanjang Pantai Losari bermuara 14 outlet drainase kota, 7 di antaranya adalah outlet besar, yang memberikan kontribusi terhadap tercemarnya perairan. Belum adanya sistem pengendalian pencemaran berupa Sewage Treatment Plant dan pembuangan limbah yang langsung ke laut turut menjadikan masalah pencemaran menjadi isu penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaan Pantai Losari.
Akibat pencemaran mercuri habitat ikan di pantai Losari dikhawatirkan bakal habis atau tidak layak lagi dikonsumsi, juga kerusakan tumbu karang semakin meradang. Buktinya, sudah banyak nelayan dan warga yang tinggal di pulau sekitar Makassar, yang mengonsumsi ikan di tepi pantai. Sekarang, mereka mengalami gangguan kulit berupa gatal dan borok.
Yang menyedihkan lagi, pencemaran mercuri yang melanda Pantrai Losari kini juga terjadi di pantai-pantai lain di sekitar Makassar. Indikasinya hasil penelitian Bapedalda Sulawesi Selatan sudah ditemukan namun demikian kadarnya meski rendah. Meski demikian, pencemaran mercuri dikawasan pantai di Makssar jangan dianggap remeh. Haruskah menunggu korban berjatuhan yang lebih banyak? (end/foto : ist)

Kamis, November 06, 2008

SUAKA MARGASATWA ANGKE MERANA

TAMAN Suaka Margasatwa Muara Angke di Jakarta Utara, kondisinya sangat merana, memprihatinkan. Ekowisata untuk pengamatan, penelitian dan pelastarian hutan bakau, kini dipenuhi berbagai macam sampah organik dan limbah industri dari Teluk Jakarta yang menyerang area yang dilindungi itu.
Upaya penanggulangan dengan pemasangan jaring di muara Kali Adem untuk menahan sampah tersebut tidak mampu menahan serbuan sampah warga Jakarta yang terus menumpuk dan tak ada solusinya. Sehingga mengancam kelestarian ekosistem.
Sampah-sampah tersebut masuk ke suaka itu melalui Kali Adem setelah terdorong arus dari laut saat terjadi rob (laut pasang). Saat air surut, sampah-sampah itu kemudian tertahan oleh akar-akar bakau dan tanaman lainnya sehingga menumpuk.
Selain itu, pencemaran berat yang melanda Teluk Jakarta juga ikut mengancam ekosistem di kawasan tersebut. Sebab, pencemaran tersebut akan memengaruhi ekosistem tanah dan mematikan pohon-pohon di suaka tersebut. Sebagai bukti, ia menunjukkan banyak upaya penghijauan dan penanaman bakau yang selama ini dilakukan oleh sejumlah aktivis lingkungan tidak memberikan hasil.
Tumpukan sampah di kawasan hutan suaka tersebut sudah bisa terlihat dari pintu masuk di kawasan Pantai Indah Kapuk. Meski telah dilakukan pembersihan, sampah-sampah tersebut masih banyak terlihat . Kondisi itu semakin diperparah dengan air hitam pekat di rawa-rawa kawasan itu maupun di Kali Adem. (end)

PANTAI KUKUP YANG TAK TERTUTUP

PESONA pantai di Yogyakarta bisa dibilang cukup banyak, ada sekitar 20 pantai yang dapat dikunjungi oleh wisatawan yang memang gemar menikmati suasana laut. Sebut saja beberapa tempat yang sudah lebih dulu terkenal seperti Parangtritis, Parangkusumo atau mungkin Glagah. bahkan ada bebarapa pantai yang jaraknya berdekatan atau satu gugusan, seperti Baron, Kukup, Krakal dan Drini.

Di antara empat pantai itu berkesempatan mengunjungi Pantai Baron dan Kukup. Pantai pertama yang kami kunjungi adalah Pantai Baron. Untuk bisa mencapai kawasan ini, sebelumnya pengunjung harus mencapai Wonosari, ibukota Kabupaten Gunung kidul, yang berjarak lebih kurang 40 km dari Kota Yogyakarta. Setelah mencapai Wonosari, pengunjung masih menempuh perjalanan lebih kurang 22 kilometer ke arah selatan.

Pemandangan pertama ketika sampai di Baron, pengunjung bisa melihat banyakya perahu nelayan yang berjajar di pantai. Pantai Baron merupakan teluk yang dikelilingi dinding berupa bukit hijau serta ditumbuhi banyak pohon kelapa. Bukit-bukit itu seakan membatasi pantai, dan membentuk pintu gerbang dari pesisir pantai menuju lautan luas, dengan muara sungai bawah tanah yang terdapat tepat di bibir pantai.

Sambil memandang dan merasakan lembutnya hamparan pasir yang berwarna kecoklatan di pantai ini. Di pantai ini pada pagi hari banyak nelayan yang melelang ikannya selain itu ada Baron juga memiliki wisata lain yaitu Goa Sinogo. Disini pengunjung juga bisa membeli souvenir yang terbuat dari kerang dan biota laut lainnya.

Perjalanan kami lanjutkan ke Pantai Kukup. Pantai ini hanya berjarak 1 kilometer dari Baron. Disini pasirnya berwarna putih kekuningan, dan terdapat tangga ke bukit dan jalan setapak menuju shelter (point view) yang berada di atas karang. Sudah bisa ditebak, kalo pemandangan dari sini sangat indah. Sebenarnya di Baron pun ada tangga menuju atas bukit, namun belum dibuat permanen seperti di Kukup.

Di Pantai Kukup pengunjung harus berhati-hati sebelum menceburkan diri ke air, karena banyak karang dilaut dangkalnya. Pengujung bisa membeli jaring kecil untuk menangkap ikan dan binatang laut lainnya. Atau pengunjung bisa langsung membeli aneka mahluk laut untuk menambah koleksi akuarium air lautnyaseperti, ikan hias, belut laut, bintang laut, bahkan terkadang dijual juga anak hiu.

Di Baron pengunjung yang ingin membeli ikan di pelelangan bisa datang pagi-pagi sekali tapi tentunya harus kuat dengan aromanya yang berbau amis. Untuk membeli ikan hias di Kukup, sebaiknya pintar-pintar menawar karena harganya masih bisa turun sampai 60%. (ryan)

PENGELOLAAN PARIWISATA LAMPUNG MENYEDIHKAN


PARIWISATA Lampung memang potensi obyek wisatanya sangat luar biasa, apalagi Lampung dekat dengan Jakarta. Sayangnya, pengelolaan pariwisata masih sangat menyedihkan sehingga potensi itu tak ada artinya.

''Untuk memajukan pariwisata Lampung, memang masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, diantaranya harus mendapat dukungan banyak pihak termasuk pemerintah daerah selaku pemegang otoritas wilayahnya,'' ungkap Dr. Nicolaus Lumanauw, pengamat pariwisata yang juga Executive Director Arie Tour & Travel, di Jakarta, belum lama ini.

Untuk memulai menyelesaikan pekerjaan rumah, sambung Nico -panggilan akrabnya, hal utamanya adalah adanya master plan wisata di Lampung harus ada. Dengan adanya master plan, memudahkan pelaku pariwisata untuk memulai action. "Tapi master plan yang ada pun harus disesuaikan dengan perkembangan pariwisata yang ada, artinya bisa direvisi dan disesuaikan dengan kebutuhan," ujar Head Research Asita Pusat.

Di tempat yang sama, Zein Ginting, president director Arie Tour yang juga ketua Association of the Indonesia Tour & Travel Agencies (ASITA) menilai pemerintah masih melihat sebelah mata terhadap tour and travel agency. "Kami dilihat tidak punya hotel, armada, dan lainnya. Padahal peran kami di dunia pariwisata cukup penting, terutama dalam mempromosikan dan mengajak wisman datang ke Lampung," ujarnya.

Dan upaya menjual pariwisata Lampung ini, seharusnya disambut pemerintah serta para stakeholder dengan menyiapkan sarana dan prasarana objek wisata yang memadai. "Jangan sampai kami sudah gembar-gembor promosi, tetapi begitu wisman datang ke sini tak mendapatkan apa-apa," ungkapnya.

Dicontohkan, pada 23 hingga 29 September di Bali akan digelar Pattha Travell Mate, selayaknya ajang ini harus bisa dimanfaatkan untuk menjaring wisman. "Kalau selama ini pintu wisata ada empat; Bali, Batam, Jogja, dan Jakarta, mengapa kita tidak mengarahkannya ke Lampung yang lokasinya tak terlalu jauh dari pintu wisata tersebut.

Setidaknya wisman ditambah long stay dari 5 hingga 6 hari menjadi 6 hingga 7 hari, sisanya ini diarahkan ke Lampung. Cara ini kan lebih efektif, sehingga Lampung tak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk promosi sendiri," tandasnya. (endy)

Rabu, November 05, 2008

EMPAT PULAU WISATA TERCEMARI

PENCEMARAN masih menghantui pariwisata di Kepulauan Seribu. Selain pencemaran sampah rumah tangga dan limbah pabrik, kini tumpahan minyak mentah (Cued Oil) menambah beban penderitaan. Empat pulau yang jadi obyek wisata pun jadi korban. Pulau Tikus, Pulau Burung, Pulau Payung dan Pulau Pari kini tercemari.
Tumpahan minyak mentah dalam bentuk lempengan aspal ini, diduga berasal dari kebocoran tanker kapal milik PT Pertamina di Balongan, Indramayu saat mentransfer minyak mentah menuju pabrik pengolahan. Akibatnya, sekitar 100 ribu pohon mangrove yang berusia 5 bulan mati tak karuan. Juga, budidaya rumput laut di Pulau Pari mengalami nasib serupa, mati.
Selain itu, 179 kepala keluarga yang menghuni empat pulau itupun terancam. Bahkan, warga mendapat kerjaan tambahan untuk membersihkan pantai dan laut disekitar empat pulau, dengan melakukan pengangkatan lempengan aspal setebal 20 cm. Setelah dikumpulkan ada 3.784 karung.
''Itu hasil pengangkatan sejak dua minggu lalu. Sejak Senin (3/11) pengangkatan dihentikan karena sulitnya medan dan lempengan aspal mulai tenggelam, yang akhirnya akan merusak tumbuh karang dan biota laut,'' ungkap Bupati Administrasi Kepulaun Seribu, Abdurahman Andit di Jakarta, kemarin.
Sebenarnya, masalah pencemaran di Pulau Seribu sudah sering terjadi sejak 2003. Tercatat, lebih dari 7 kali terjadi pencemaran minyak di Perairan Kepulauan Seribu. Empat kali terjadi tahun 2003-2004. Empat tahun terakhir, ada 78 pulau di kawasan ini tercemar tumpahan minyak yakni, kawasan pinggiran juga jalur lalu lalang kapal pengangkut minyak, perusahaan transnasional. Ironisnya pencemaran ini tak pernah bisa diungkap.
Bahkan, ketika pencemaran terjadi Desember 2003, Penyidik Pengawai Negeri Sipil Lingkungan Hidup (PPNSLH) telah memproses berkas perkara kasus ini. Dan menetapkan tersangka pencemaran. Sayangnya, kasusnya lenyap begitu saja dan tak pernah diproses tuntas secara hukum di pengadilan. (e)

RENDAH, TURIS CHINA KE INDONESIA

MESKI dunia dilanda krisis ekonomi, ternyata tidak berlaku bagi orang China. Buktinya,
jumlah orang China yang berwisata ke penjuru dunia mencapai 48 juta orang. Jumlah ini
meningkat pesat mencapai 67 juta orang pada tahun 2009. Sayangnya potensi pasar wisatawan China yang cukup besar, belum menggembirakan buat Indonesia.
Kunjungan turis dari China ke Indonesia masih sangat rendah, kecil. Sejak Januari hingga
September 2008 cuma 205.053 orang. Meski naik 43,34 persen dibanding periode yang sama tahun 2007 yang mencapai 143.049 orang, namun jumlah itu masih menyedihkan. Penyebabnya?
''Banyak faktor, promosi pariwisata ke China masih terbatas dan belum digarap secara
optimal juga keseriusan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (Depbudpar) untuk menjaringnya jauh dari harapan,'' ungkap Dubes RI untuk China, Sudrajat, di Jakarta, belum lama ini.
Faktor lain, sambung Sudrajat, masih ada traumatik masa lalu, ditambah lagi peristiwa 1998, dan diperparah dengan kejadian Bom Bali yang membuat orang negeri tirai bambu itu mengambil langkah seribu untuk tidak datang dulu ke Indonesia. ''Nah gelombang recovery untuk datang ke Indonesia ini butuh waktu yang lama,'' ucapnya.
Selain itu, wisatawan China mengaku merasa tidak aman dan nyaman datang ke Indonesia, karena mereka takut ditangkap petugas di Indonesia, di saat mengisi waktu luang dengan bermain kartu Mayong atau bentuk permainan lainnya. ''Main kartu itu bukan berarti judi.
Ada tradisi, culture atau kebiasaan bagi orang China bila bertemu teman, lalu ngobrol
sambil main kartu mayong, hanya untuk ngisi waktu senggang, dan itu hal yang biasa, wajar. Jadi bukan berarti mereka judi, ungkap Sudrajat.
Kebiasaan lainnya, orang China selalu meminum teh di pagi hari dan soal makanan tidak
menjadi masalah, mengingat wisatawan China itu sangat ingin tau dengan makanan lokal. ''Nah kebiasaan ini seharusnya menjadi perhatian kita bersama, bagaimana orang China mau berwisata ke Indonesia jika masalah sepele saja, tak mampu diatasi bersama,'' katanya.
Saat ini ada trend baru bagi orang China yakni main golf. Di Negara RRC memiliki 400 lapangan golf dengan 4 juta pemain dari berbagai tingkat ketrampilan. Jumlah lapangan golf di RRC, sudah tidak mampu lagi menampung sehingga mereka bermain golf di negara lain.
''Ini kesempatan buat Indonesia untuk menjual wisata golf. Namun kendalanya jumlah pesawat terbangnya sangat terbatas,'' tandasnya.
Nurdin Purnomo, pengusaha pariwisata yang banyak ngurusi wisatawan dari China mengakui masalah airlines yang menjadi kendala bagi turis China datang ke Indonesia. ''Makanya saya jengkel kalau ada pejabat Depbudpar mentargetkan muluk-muluk bagi turis China maupun turis negara lain, yang tak diimbangi dengan jumlah armada pesawat terbang. Apa wisatawan disuruh berenang ke Indonesia,'' tegasnya.
Ketua Lembaga Indonesia-Cina Sukamdani Sahid Gitosardjono mengakui potensi turis China sangat besar. Apalagi, pendapatan per kapita lebih dari 2.000 dolar AS setiap tahun, sehingga dengan uang sebanyak itu mereka melakukan perjalanan wisata. ''Tapi kita kok malah kebagian kecil? Ada apa ini, pasti ada something wrong, ini yang harus dipecahkan,'' ungkapnya. (e)

PARIWISATA BELITUNG BANGKIT


TAK ada perbedaan yang menyolok antara pariwisata Pulau Bangka dengan Belitung, di Provinsi Bangka Belitung (Babel). Cuma Belitung kurang beruntung dalam menggaet wisatawan. Dikarenakan, promosi yang lemah dan publikasi yang rendah. Namun kini, pariwisata Belitung mulai bangkit untuk maju, untuk sejajar dengan daerah lainnya.
Kebangkitan itu, ditandai dengan peluncuran 'Visi Babel Archipelago 2010' atau Tahun Kunjungan Wisata Babel yang dicanangkan di Pantai Kelayang Belitung, pertengahan Oktober 2008 lalu. Peluncuran oleh Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal serta bertepatan dengan tempat finish rally yatch internasional (kapal layar) Darwin-Belitung.
Selain itu, suksesnya film Laskar Pelangi juga video klip group band Nidji, berdampak pada kemajuan pariwisata di Belitung. Kok bisa?, ya karena lokasi syuting dengan latar belakang destinasi yang tersebar di Belitung. Sehingga membawa perubahan besar bagi daerah yang dulu dikenal sebagai penghasil timah dan lada.
Belitung memang beruntung karena alamnya yang indah. Pantainya berkarpet pasir lembut yang putih bak permata. Susunan bebatuan granit, membuat decak kagum. Malah ada batuan membentuk sebuah gua. Pantai Tanjung Tinggi ini memang unik, menarik dan eksotik apalagi diapit dua semenanjung. Sementara air laut yang belum tercemar, memudahkan mata melihat karang, ikan hias dan ubur-ubur bening bening berkepala sebesar bola basket dengan tentakel panjang.
Pantai lainnya yang tak kalah menariknya adalah Pantai Tanjung Kelayang, yang juga berpasir putih yang dihiasi batuan granit yang tertata rapi secara alami. Malah ada batu yang mirip kepala burung laut, kelayang. Karena keindahan alamnya, masyarakat Belitung percaya bahwa pulau-pulau merekalah yang dipilih peri-peri kahyangan ketika akan mandi cahaya Bulan.
Juga ada Pantai Bukit Berahu, Pantai Teluk Gembira Membalong, Pantai Penyaeran, Pantai Tanjung Kiras, dan Tanjung Pendam yang ada di kota Tanjungpandan. Menariknya pantai ini lantaran bisa melihat sunset yang sangat indah.
Destinasi lain yang tak kalah menariknya, puluhan Pulau-pulau kecil yang indah. Pulau Lengkuas, misalnya terdapat mercusuar yang dibangun pada masa Belanda tahun 1882. Perairan di sekitar pulau ini banyak terdapat karang laut yang indah sehingga dijadikan objek menyelam oleh wisatawan. Pulau lainnya adalah Pulau Babi, Pegadaran, Lutung, Kera, Jukung, Jenang, Pulau Batu Berlayar dan Pulau Burung.
Di Belitung, wisatawan petualang bisa menikmati ombak laut sambil memancing pada malam hari dengan perahu bagan nelayan di Selat Gaspar yang memisahkan Pulau Bangka dengan Belitung. Caranya, bisa ikut nelayan atau menyewa bagan berikut awaknya. Memancing di Selat Gaspar adalah obyek wisata eksklusif yang ditawarkan Belitung. Saat ini penduduk Belitung dan orang Jakarta pada akhir pekan memancing di laut dengan kapal sendiri atau menyewa perahu. Asyik, lhooo... (endy)

Selasa, November 04, 2008

LASKAR PELANGI JUNJUNG WISATA BELITUNG

Momentum kesuksesan film Laskar Pelangi, membawa berkah bagi Kabupaten Belitung. Berkah tak hanya mendongkrak popularitas nama daerah, namun juga berhasil mengungsung dan menjunjung pariwisata Belitung.
Tak bisa dipungkiri Belitung memang kaya obyek wisata menarik, unik, eksotik dan punya daya tarik tersendiri. Sayang, hanya karena lemahnya promosi, kurangnya publikasi, belum ditangani secara serius, tak ada lokomotif penggerak ditambah rendahnya investor yang masuk, menyebabkan pariwisata Belitung kurang diperhitungkan.
Untungnya, berkat film layar lebar 'Laskar Pelangi' juga video klip Nidji, yang lokasi syuting dengan latar belakang destinasi di Belitung, ternyata membawa perubahan besar bagi daerah yang dulu dikenal sebagai penghasil timah dan lada. Kini Belitung, dengan gagah berani menyambut wisatawan lewat sambutan 'Selamat Datang di Bumi Laskar Pelangi'.
Dampaknya dalam beberapa minggu terakhir, wisatawan mulai berdatangan. Kedatangannya pasti terbuai dengan keindahan alam yang mempesona. Pantai indah dengan bebatuan yang menawan, pasir putih bersih, pulau-pulau kecil yang bertebaran dimana-mana, laut biru dan hijau yang bebas pencemaran, terumbu karang yang menerawang alami, ditambah keanekaragaman flora, fauna serta kekayaan tradisi dan budaya serta wisata kuliner yang berbeda.
Yang lebih mengembirakan lagi, jarak antara satu obyek wisata dengan lainnya sangat berdekatan, sehingga wisatawan akan merasa puas. Apalagi jarak tempuh antara Jakarta - Tanjungpandan hanya ditempuh dalam waktu 50 menit dengan pesawat Boeing 737-400. Dan lantaran tingkat kepadatan penumpang yang tinggi, Sriwijaya Air pun membuka dua penerbangan sehari pada pagi hari 06.20 WIB sore hari 14.50 WIB.
Sedangkan melalui laut, pelayaran kapal feri cepat (Jet Foil), Pangkal Pinang (Bangka)–Tanjung Pandan (Belitung) dua kali sehari dengan waktu tempuh sekitar lima jam. Tersedia pula pelayaran dengan kapal cepat angkutan sungai danau dan penyeberangan (ASDP), Belitung–Sunda Kelapa Jakarta.
Dari bandara Hanadjoeddin, bisa city tour lebih dulu di kota Tanjunpandang, dengan menyaksikan Rumah Tuan Kuasa, yakni rumah penguasa timah tempo doeloe, Museum Belitung, Monumen Perjuangan, Kapal Keruk Ceruduk, situs-situs kejayaan tambah timah serta pantai pendam untuk menikmati sunset yang membuat kenangan tersendiri.
Selain itu, ada pemandian alam "Tirta Merundang Indah" di Desa Air Seruk, Kecamatan Sijuk, 15 km dari Tanjung Pandan. Mudah dicapai dengan berbagai jenis kendaraan, sekitar 30 menit dari Kota Tanjung Pandan. Di Sijuk juga ada pantai terkenal, pantai Tanjung Tinggi.
Pantai ini sangat indah dan unik dengan pasir putih dan susunan bebatuan menawan, yang jarang dijumpai di tempat lain bahkan di Bali sekalipun. Apalagi, pantainya diapit dua semenanjung. Pantai berpasir putih dengan ratusan batu granit besar yang tersebar di kedua semenanjung juga laut di depan pantai.
Ukuran granit mulai dari beberapa meter kubik hingga ratusan meter kubik lebih besar dari sebuah bangunan sebesar rumah. Bentuk dari batu-batu besar juga unik, sebagian membentuk gua, yang dapat digunakan berteduh selama hujan. Batu-batu itu bertumpuk satu sama lain membentuk obyek yang menarik. Batu-batu itu terletak di atas pasir putih. Di antara susunan batu itu terdapat celah-celah yang bisa dilewati manusia. Namun, waspada tetap penting karena di kedalaman air setinggi 40 sentimeter pun dapat ditemukan ubur-ubur bening berkepala sebesar bola basket dengan tentakel panjang.
Pantai Tanjung Tinggi memang indah karena airnya terlihat bening hingga tembus ke dasar dengan gradasi warna biru tua ke biru muda lalu transparan saat menyentuh pasir putih di tepian. Tidak ada ombak sama sekali, hingga permukaan airnya tenang seakan memiliki daya magis yang mampu menarik siapapun membasahkan kaki. Lokasinya hanya berjarak 30 kilometer utara Tanjung Pandan.
Belitung juga banyak memiliki kawasan pantai yang indah. Misalnya Pantai Tanjungkelayang. Selain keindahan yang mempesona, pantai yang jaraknya 27 kilometer dari Tanjungpandan, terdapat batu granit berukuran besar. Uniknya, karena terkikis air laut, muncul relief-relief di batu granit. Karena keindahan alamnya, masyarakat Belitung percaya bahwa pulau-pulau merekalah yang dipilih peri-peri kahyangan ketika akan mandi cahaya Bulan.
Keindahan alam juga tampak di Selat Nasik, kecamatan di Pulau Mendanau, sekitar dua jam pelayaran dari Tanjung Pandan ke arah barat. Di sana ada atraksi menarik "Nundak" ikan tenggiri, memancing ikan tenggiri sambil mendayung perahu. Perairan Selat Nasik, potensial budidaya rumput laut dan ikan kerapu.
Karena itu, Kecamatan Selat Nasik ditetapkan sebagai etalase perikanan dan kelautan Kawasan Barat Indonesia oleh Departemen Kelautan dan Perikanan. Selat Nasik punya beberapa macam kesenian tradisional yang terus dilestarikan, musik stambul pajar, permainan lesong panjang dan begubang. Ada rumah tradisional dengan arsitektur yang usianya 100 tahun lebih.
Sedikitnya ada delapan pulau kecil tak berpenghuni yang masuk Desa Tanjung Binga, Kecamatan Sijuk, yang terkenal dengan keindahan alam, pantai, dan bentuk alamiah batu granit yang memesona. Pulau itu adalah Pulau Burung seluas 12 hektar dengan kebun kelapa dan bukit kecil di tengah pulau. Dinamakan Pulau Burung karena di satu sudut pantai terdapat batu granit setinggi 20 meter yang menyerupai burung.
Di Pulau Lengkuas terdapat mercusuar yang dibangun pada masa Belanda tahun 1882. Perairan di sekitar pulau ini banyak terdapat karang laut yang indah sehingga dijadikan objek menyelam oleh wisatawan. Pulau lainnya adalah Pulau Babi, Pegadaran, Lutung, Kera, Jukung, Jenang, Pulau Batu Berlayar dan Pulau Burung.
Di Belitung, wisatawan petualang bisa menikmati ombak laut sambil memancing pada malam hari dengan perahu bagan nelayan di Selat Gaspar yang memisahkan Pulau Bangka dengan Belitung. Caranya, bisa ikut nelayan atau menyewa bagan berikut awaknya. Memancing di Selat Gaspar adalah obyek wisata eksklusif yang ditawarkan Belitung. Saat ini penduduk Belitung dan orang Jakarta pada akhir pekan memancing di laut dengan kapal sendiri atau menyewa perahu.
Ada pula ekosistem kerangas yang langka, hanya terdapat di sedikit lokasi, satu di antaranya di Belitung. Lantai hutan yang putih pucat dan suhu panas dengan lebih dari satu jenis tumbuhan pemangsa serangga (karnivora), seperti kantong semar yang oleh masyarakat Belitung disebut ketakong atau kemidokan.
Selain keindahan alam, Pulau Belitung juga memiliki daya tarik seni-budaya. Masyarakat suku Sawang di sana memiliki upacara yang disebut buang jong. Upacara yang berlangsung dua hari-dua malam menjelang musim angin barat (sekitar Agustus atau November) ini bertujuanmemohon perlindungan kepada Yang Mahakuasa agar terhindar dari bencana ketika mengarungi lautan untuk menangkap ikan. Bentuk acaranya adalah melarung perahu kecil berisi sesajian dan rumah-rumahan ke laut lepas.
Untuk wisata kuliner yang terkenal adalah mie Belitung, sambel serai, sambel lingkongh dan terasi Belitung yang kesohor. Tertarik?