Rabu, November 07, 2007

Jejak Kegagahan TNI Masa Lalu

WISATA MUSEUM :
Museum Satria Mandala

SUASANA lenggang, sunyi, hening begitu terasa kuat di Museum Satria Mandala. Di siang bolong saja, cuma hanya dikunjungi wisatawan lokal yang dapat dihitung dengan jari. Mereka serius menikmati potret perjalanan sejarah kegagahan, keperkasaan tentara Indonesia di masa kemerdekaan 1945, masa orde lama hingga masa orde baru.

Bagaimana masa reformasi, kabinet gotong royong, persatuan nasional sampai masa kabinet Indonesia Bersatu, memang belum begitu terekam datanya dan pemerintah harus membangun kembali ruang yang lebih luas jika masa-masa itu harus dimuseumkan.
Namun demikian, keberadaan museum di Jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan ini, sudah menyimpan berbagai benda bersejarah berkaitan dengan TNI. Gedung Museum yang diresmikan pada 5 Oktober 1972 oleh Presiden RI Soeharto ini, sebelumnya dikenal sebagai Wisma Yaso yaitu tempat kediaman pribadi Ratna Sari Dewi Soekarno, salah satu istri Presiden Soekarno.
Bahkan di wisma ini Bung Karno sempat disemayamkan sebelum dimakamkan di Blitar, Jawa Timur. Museum yang berdiri di lahan seluas 5,6 hektar, lokasinya memang sangat strategis dan representatif, karena begitu masuk halaman luar museum sudah disuguhi berbagai peninggalan peralatan perang kelas berat yang pernah dipergunakan TNI, dalam menghadapi lawan yang merongrong kedaulatan negara, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Kendaraan perang itu seperti pesawat terbang, peluru kendali, kendaraan tempur dan meriam. Saat melangkah kaki memasuki ruang utama museum, sejumlah panji-panji tiga angkatan dan Polri menyapa bersahaja. Lantas ruang diorama yang diawali penggambaran pembacaan teks proklamasi oleh Soekarno-Hatta di Jalan Pegangsaan Jakarta, 17 Agustus 1945. Juga dilengkapi 6 diorama, yang diawali Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 22 Agustus 1945, diakhiri peristiwa Pertempuran Surabaya, 10 November 1945, yang begitu heroik dimana setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Bahkan masih ada 74 diorama lainnya tentang peranan TNI dalam membela Negara dari masa ke masa. Diorama itu berisi aneka peristiwa pemberontakan seperti Komando Jihad dengan peristiwa Woyla, DI/TII, Kahar Muzakar, Daud Beureueh, peledakan Candi Borobudur, pemberontakan Yon 427 yang terdiri mantan Laskar Sabilillah dan Hisbullah dan lainnya.
Yang membuat terpana di Museum ini, ada ruangan spesial bagi dua pahlawan nasional yakni Ruang Jenderal Sudirman dan Ruang Jenderal Oerip Soemohardjo. Dua tokoh TNI ini memang mendapat perhatian khusus, karena kedua tokoh ini sebagai tonggak sejarah lahirnya Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Berbagai peninggalan harta milik kedua jenderal ini masih tersimpan rapi, bahkan ada kata-kata mereka yang sampai kini masih dikenang sepanjang jaman. ’’Aneh, Satu Negara Zonder Tentara’’. Demikian kata puitis dan diplomatis Jenderal Oerip Soemohardjo yang diucapkan setelah Indonesia Merdeka. Kata itu terucap setelah Indonesia merdeka ternyata pemerintah tidak segera membentuk angkatan perang, malah hanya membentuk Badan Keamanan Rakyat, pada 22 Agustus 1945.
Situasi itu membuat jenderal kelahiran Kampung Sudureyan Purworejo, 23 Februari 1893 ini, mengeluarkan kata singkat yang penuh makna. Nampaknya kata ’sakti’ itu langsung mendapat respon dari pemerintah, dan persis 5 Oktober 1945 dibentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang dipimpin Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar yang saat itu baru berusia 29 tahun, sementara Kepala Staf Umum TKR dipegang Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo, yang saat itu berusia 52 tahun.
Meski beda usia yang sangat menyolok namun keduanya mampu bekerjasama dalam menegakkan panji-panji angkatan bersenjata. Koleksi peninggalan bekas mayor KNIL (Koningklijke Nederlands Indische Leger) atau tentara Hindia Belanda yang setia kepada mahkota kerajaan Belanda ini, tidak terlalu banyak. Peninggalan Pak Oerip hanya tanda bintang jasa dan gambar berukuran besar yang sedang menunggang kuda.
Sementara bukti peniggalan Jenderal Sudirman masih cukup banyak, seperti tandu yang dipakai saat bergerilya melawan penjajah. Juga, tempat tidur yang dibuat dari kayu, meja tugas, juga koleksi pribadi seperti intang tanda jasa, tas kerja sampai surat akte kematian Panglima Besar pu masih tersimpan rapi. ’’Semua ini asli milik Jenderal Sudirman,’’ ungkap Humas Museum Satria Mandala, Ny. Ramsiah.
Di museum ini, juga dapat ditemui berbagai koleksi senjata mulai senjata tradisional di masa Kemerdekaan tahun 1945 sampai masa orde baru 1999. Senjata peralatan perang tradisional yang diambil dari berbagai penjuru daerah di tanah air, nampak masih tersimpan rapi dan terawat. Ada pedang peninggalan penjajah Belanda, Samurai dari penjajah Jepang, juga trisula, bambu runcing, bom molotov, mandau, bahkan granat gombyok. Tak ketinggalan ada beberapa sentara api buatan pabrik senjata Demakujo di Yogyakarta. Pembuatan senjata api ini memang terkesan masih sederhana, tradisional sehingga terkesan sangat antik. Namun demikian, keberadaannya justru membantu tentara Indonesia pasca Indonesia Merdeka. Juga ada senjata buatan Kalimantan sepertis pistol Metralur MKV dan MKTT.
Selain senjata buatan lokal juga ada senjata buatan luar negeri yang umumnya pampasan masa penjajahan Belanda, Jepang bahkan kedatangan sekutu ke Indonesia pada tahun 1945 -1947. Beberap senjata api seperti Reesing M 50 dari AS buatan tahun 1945, Austen buatan Australia, Husquarden dari Swedia, Steyk dari Austria, Ariska Jepang, bahkan Kanabi dari Jerman Barat. Juga beberapa koleksi persenjataan lainnya seperti ranjau, rudal, torpedo, tank, meriam bahkan helikopter dan pesawat terbang, juga senjata berat lainnya masih tersimpan rapi.
’’Selama ini alat persenjataan ini yang paling banyak digemari wisatawan, terutama anak-anak sekolah karena mereka ingin tahu tentang keadaan yang sebenarnya. Sementara untuk melihat diorama mereka kurang senang,’’ sambung Ny. Ramsiah. Bahkan ruang senjata berat sampai ringan, juga masih ada koleksi lainnya yang ada Ruang Tanda Jasa, Ruang Potret TNI, atribut dam lambang ketentaraan dari masa kemerdekaan sampai orde baru, Balairung Pahlawan dan Ruang Pakaian Seragam. Juga, di belakang museum masih tersimpan rapi kendaraan perang seperti tank dan panser berbagai jenis pesawat terbang peninggalan masa lalu-satu diantaranya adalah pesawat Cureng yang pernah diterbangkan oleh Agustinus Adi Sucipto.
Masih dalam kompleks Museum TNI Satriamandala, juga terdapat, Museum Waspada Purbawisesa, sebuah museum kecil yang menempati dua lantai dari sebuah gedung berlantai lima yang masih berada di dalam areal Museum ABRI Satria Mandala. Museum ini, sesuai dengan namanya, merupakan sebuah ‘situs peringatan’ kepada bangsa ini agar tidak melupakan aneka pemberontakan terhadap negara. Terdiri dari puluhan diorama yang menggambarkan hal tersebut.
Fasilitas lainnya di Museum TNI Satriamandala ini antara lain : Taman Bacaan Anak, Kios Cinderamata, Kantin serta Gedung Serbaguan yang berkapasitas 600 kursi untuk berbagai kegiatan dan pertemuan. Kini Satria Mandala menambah satu koleksi yang tengah dikerjakan saat ini dengan penataan ulang belasan jenis pesawat terbang di Taman Dirgantara yang pernah dipakai TNI sejak masa Perang Kemerdekaan. Diantaranya AT-16 Harvard, jenis pesawat pemburu, pengintai dan latih lanjut. Pesawat pemburu P-51 Mustang, yang dilingkungan TNI AU dikenal dengan julukan Cocor Merah karena selongsong baling-balingnya berwarna merah. Pesawat transportasi, Dakota C-47 yang diberi nama RI-001 Seulawah maupun pesawat-pesawat peninggalan Jepang seperti Curen dan Nishikoren serta masih banyak lagi koleksi yang tidak kalah menarik.
’’Jika kalau dibandingkan kawasan Fort Siloso di pulau Sentosa Singapura, Museum Satria Mandala terasa sangat sederhana. Namun saya yakin, kalau dikelola dengan profesional, Museum ini jauh lebih surprise karena potensi dan koleksi beragam serta jauh lebih besar dari negara-negara tetangga kita,’’ ungkap Ayu Nabilah, seorang pengunjung bersama rekan kerjanya.
Memang, sambung dia, selama ini museum di Indonesia sangat sepi pengunjung memang ya kondisi dan budaya masyarakat Indonesia kurang suka ke museum dan lebih senang ke mall. ’’Ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah, ya bagaimana museum itu jangan sampai sepi,’’ sarannya.
Jadi mari, jadikan kita sebagai bangsa yang mengingat dan menghargai pahlawannya, ajaklah keluarga kita jangan hanya ke mal dan menjadi orang yang konsumerisme, kenalkan pada sejarah, sekaligus berwisata mengenang semangat kejuangan TNI. Dan dengan mencermati benda-benda sejarah yang ada di Museum TNI Satriamandala, kita memperoleh inspirasi, pelajaran dari pengalaman masa lalu. (e)

Tidak ada komentar: